Soal Polemik Rotasi Jabatan, ICW Sebut Pimpinan KPK Berpotensi Langgar Etika
Rencana rotasi terhadap 14 pejabat di lingkungan internal KPK menimbulkan polemik dan kritik sejumlah pihak.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana rotasi terhadap 14 pejabat di lingkungan internal KPK menimbulkan polemik dan kritik sejumlah pihak.
Alih-alih menjadi bahan evaluasi, Ketua KPK Agus Rahardjo meminta pihak luar KPK tidak ikut campur terkait persoalan internal tersebut.
Baca: PDIP Yakin Relawan Pendukung Jokowi Masih Solid Sejak 2014
Baca: Dengan Program Ini Kementan Dongkrak Populasi Sapi Dalam Negeri dan Turunkan Impor
Indonesia Corruption Watch mengecam sikap pimpinan KPK yang menjalankan keputusannya – melakukan rotasi pejabat di KPK tanpa didasari kriteria, transparansi dan tata cara yang jelas dan akuntabel.
"Proses rotasi pejabat KPK yang tidak transparan dan akuntabel dapat berdampak pada potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran etika yang dilakukan pimpinan KPK serta mengancam independensi KPK," kata Adnan Topan Husodo, Koordinator Badan Pekerja ICW.
Potensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pimpinan KPK adalah terhadap Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang intinya menyebutkan bahwa organisasi KPK dijalankan berdasarkan asas transparan dan akuntabel.
Tidak saja melanggar hukum, keputusan ini juga berpotensi melanggar etika.
Bahwa kebijakan rotasi dan mutasi terhadap 14 pejabat eselon II dan III tersebut melanggar Peraturan KPK RI No 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam aturan a quo huruf E angka 4 tentang Kepemimpinan dijelaskan bahwa Pimpinan KPK wajib menilai orang yang dipimpinnya secara objektif berdasarkan kriteria yang jelas.
Dengan tidak mempertimbangkan parameter kriteria yang jelas maka rotasi dan mutasi ini jelas bersifat subjektif.
Padahal, menurut Adnan, penentuan kriteria menjadi sangat penting sebagai tolak ukur kepantasan atau kepatutan seseorang yang akan menempati sebuah jabatan
"Rotasi pejabat KPK yang tidak transparan dan akuntabel juga menimbulkan kecurigaan banyak pihak antara lain tentang dugaan intervensi dari pihak diluar KPK karena alasan menjaga “hubungan baik” dengan instansi lain," katanya.
Kecurigaan lain muncul dibalik rotasi pejabat KPK adalah untuk membungkam sikap kritis pejabat atau pegawai dilingkungan KPK terhadap kerja-kerja dari pimpinan KPK.
"Jika kecurigaan tersebut benar adanya maka kondisi ini sudah tentu mengancam independensi KPK khususnya dalam penanganan kasus-kasus korupsi tertentu."
"Tidak saja proses rotasi pejabat KPK yang layak dikecam, patut pula disayangkan sikap Ketua KPK yang meminta pihak luar KPK tidak ikut campur terkait persoalan internal tersebut," katanya.
Menurut Adnan, hal ini justru menimbulkan kesan bahwa KPK menjadi anti kritik saat ini. Harusnya kritik terhadap KPK direspon secara positif- sebagai bentuk kepedulian- dan menjadi bahan evaluasi bukan justru ditanggapi secara negative sebagai bentuk campur tangan atau intervensi.
"Berdasarkan hal ini maka kami meminta pimpinan KPK untuk menghentikan proses rotasi pejabat KPK sebelum dilakukan proses yang transparan dan akuntabel."
Apabila proses rotasi pejabat KPK yang tidak transparan dan akuntabel ini tetap dilanjutkan, maka ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil berencana akan melaporkan pimpinan KPK ke Komisi Etik KPK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.