Jaksa Sebut Perbuatan Syafruddin Hilangkan Hak Tagih Negara ke Sjamsul Nursalim
Menurut keterangan ahli, dengan terbitnya SKL, maka hak tagih menjadi hilang. Kalau sudah dinyatakan lunas, maka utang tidak bisa lagi ditagihkan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, perbuatan terdakwa perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung telah merugikan negara Rp 4,58 triliun.
Masih menurut jaksa, perbuatan terdakwa Syafruddin yang juga mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu telah menghilangkan hak tagih negara kepada Sjamsul Nursalim.
Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Tahun 2004. Sjamsul juga debitur yang memperoleh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari Bank Indonesia.
"Menurut keterangan ahli, dengan terbitnya SKL, maka hak tagih menjadi hilang. Kalau sudah dinyatakan lunas, maka utang tidak bisa lagi ditagihkan. Makna yuridis hak tagih menjadi hilang," ujar jaksa KPK I Wayan Riana saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/9/2018).
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin dimulai sejak mengusulkan penghapusbukuan utang petambak yang dijamin oleh dua perusahaan milik Sjamsul Nursalim, yakni PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Padahal jaksa menganggap Syafruddin mengetahui dan menyadari bahwa Sjamsul Nursalim melakukan misrepresentasi dalam utang petambak kepada BPPN.
Usulan penghapusbukuan itu ditindaklanjuti oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Akhirnya, utang petambak atau plasma dinyatakan tidak dapat lagi ditagihkan kepada perusahaan inti.
"Dengan adanya usulan terdakwa yang diikuti KKSK, maka penagihan utang pada Sjamsul atau PT DCD selaku inti jadi tidak berlaku," tegas Wayan.
Menurut jaksa, penghapusbukuan itu tidak menghilangkan hak tagih negara sebesar Rp 4,8 triliun pada Sjamsul Nursalim.
Namun, pasca penghapusbukuan, terdakwa malah menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir dengan Sjamsul Nursalim dan Sjamsul dinilai telah memenuhi perjanjian.
Selain itu jaksa juga menganggap, Syafruddin mengabaikan hak tagih dengan menandatangani Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Sjamsul Nursalim.