Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Loloskan Napi Koruptor Jadi Caleg, Bawaslu Dianggap Cederai Pemilu Berintegritas

Padahal, dia menjelaskan, ada pilihan-pilihan pertimbangan yang tidak fair dari Bawaslu misalnya hanya menggantungkan masalah tersebut

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Loloskan Napi Koruptor Jadi Caleg, Bawaslu Dianggap Cederai Pemilu Berintegritas
Kolase Tribun Medan
Bakal calon legislatif yang merupakan mantan narapidana korupsi kembali diloloskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyoroti dua keputusan Bawaslu RI yang dinilai memunculkan gelombang kritik dan protes publik.

Dia menjelaskan, dua kasus tersebut yaitu pertama keputusan sejumlah Panwaslu daerah yang meloloskan gugatan sejumlah mantan napi koruptor setelah sebelumnya diputuskan tidak memenuhi syarat oleh KPU karena melanggar ketentuan PKPU No 20 tahun 2018.

Lalu, kasus kedua terkait keputusan Bawaslu yang menyatakan kasus dugaan mahar politik yang dilakukan Sandiaga Uno tidak bisa diteruskan atau dianggap selesai karena Andi Arief, saksi yang menyebutkan isu mahar politik tak memenuhi undangan datang ke Bawaslu.

Baca: Ramalan Zodiak Senin 3 September 2018, Aries Sadar Mengabaikan Orang, Pekerjaan Libra Berhasil

"Dua kasus mutakhir yang sama-sama bermuara pada Bawaslu sebagai pengawas pemilu patut dikritik karena menggangu kewarasan berpikir kita khususnya terkait kualitas dan integritas penyelenggaraan Pemilu," ujarnya dalam sesi diskusi bertema "Bawaslu Macam Mandor di Zaman Belanda" di D'Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (2/9/2018).

Menurut dia, kedua kasus itu mengundang gelombang kritik dan protes publik. Kritik untuk kasus pertama karena Bawaslu mengabaikan PKPU 20/2018 yang dijadikan dasar KPU dalam menentukan syarat meloloskan caleg pada tahapan Daftar Calon Sementara (DCS) lalu.

Dia melihat, alasan Bawaslu yang merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai acuan tak mampu menjawab kegusaran publik yang menganggap alasan itu hanya kamuflase dari sikap dasar Bawaslu kompromistis dengan mantan napi koruptor.

Berita Rekomendasi

"Mereka bisa mengancam kepastian penyelenggaraan Pemilu ketika tidak konsisten memakai semua aturan terkait penyelenggaraan pemilu termasuk PKPU yang sudah sah berlaku," kata dia.

Sementara itu, untuk kasus kedua, kata dia, Bawaslu terlalu cepat memutuskan kasus mahar politik dengan juga memilih alasan tertentu sembari mengabaikan alasan lain sekedar untuk memperkuat keinginan mereka untuk menghentikan kasus ini.

Padahal, dia menjelaskan, ada pilihan-pilihan pertimbangan yang tidak fair dari Bawaslu misalnya hanya menggantungkan masalah tersebut pada kesaksian Andi Arief dan mengabaikan keterangan dari Sandiaga.

"Dan dengan itu Bawaslu malah berani menghentikan kasus mahar politik ini," tuturnya.

Melihat dua kasus tersebut di atas, dia menilai, sikap dan keputusan Bawaslu ini jelas mencederai misi pemilu berintegritas yang didambakan. Sehingga, begitu mudah dan ringan memutuskan kasus atau masalah mendasar terkait dengan integritas peserta pemilu.

Jika pengawas pemilu begitu mudah atau menganggap remeh penyelesaian untuk masalah-masalah di atas, maka ke depan masalah-masalah serupa akan begitu banyak bermunculan.

Selain itu, sikap Bawaslu itu membuka celah bagi rusaknya integritas Pemilu dan juga integritas hasil pemilu berupa wakil rakyat dan capres-cawapres terpilih nanti.
Padahal, dia menambahkan bobot masalah dari kedua kasus di atas sama-sama sangat mendasar.

"Dan dengan keputusan dan sikap Bawaslu yang tidak serius mengungkap tuntas dan menyelesaikan dua kasus di atas, maka harapan akan pemilu berintegritas itu nampak masih menjadi mimpi saja," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas