Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Syafruddin Tidak Terima Didakwa Memperkaya Diri Sendiri dan Korporasi

Syafruddin merasa tidak terima disebut jaksa KPK telah memperkaya diri sendiri, korporasi dan Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Syafruddin Tidak Terima Didakwa Memperkaya Diri Sendiri dan Korporasi
Ist/Tribunnews.com
Mantan Ketua BPPN Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT) dalam sidang lanjutan kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Dalam nota pembelaan atau pledoi 110 halaman yang dibaca sendiri oleh terdakwa perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung turut menjelaskan point dakwaan jaksa terkait memperkaya diri sendiri atau korporasi.

Melalui pledoinya, ‎Syafruddin merasa tidak terima disebut jaksa KPK telah memperkaya diri sendiri, korporasi dan Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.

Dimana perhitungannya didasarkan pada potensi kerugian negara yang didapat dari pengurangan nilai hutang petambak pada 2007 oleh Menteri Keuangan dan PT PPPA sebesar Rp 220 miliar.

"Atas tuntutan Jaksa, kami keberatan dan tidak dapat menerima karena fakta di persidangan selama ini tidak mendukung konstruksi jaksa," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/9/2018).

‎"Sjamsul Nursalim diduga diperkaya oleh kami, dimana Syamsul Nursalim sendiri‎ tidak pernah dimintai keterangan oleh penyidik dan tidak dihadirkan di persidangan kami. Padahal kami sudah minta dihadirkan," ucap Syafruddin lagi.

Syafruddin melanjutkan dia sama sekali tidak pernah kenal terlebih bertemu dengan Sjamsul Nursalim baik waktu menjabat sebagai Ketua BPPN tahun 2002-2004 ataupun setelah tidak lagi menjabat.

"Hukum positif dibuat berdasarkan logika hukum dan rasa keadilan, bagaimana bisa terdakwa didakwakan memperkaya orang lain, Syamsul Nursalim yang kami tidak kenal sama sekali dan tidak pernah berhubungan," paparnya.

BERITA REKOMENDASI

Lanjut, Syafruddin juga menyatakan fakta di persidangan tidak pernah membahas, menguraikan dan menyimpulkan adanya aliran uang atau pemberian harta benda ke ‎dia pribadi maupun keluarga terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) ke pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim.

Dengan demikian, diungkap Syafruddin, unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi tidak terpenuhi dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

‎Sebelumnya dalam sidang awal September 2018 lalu, jaksa KPK menuntut Syafruddin dengan pidana selama 15 tahun penjara‎ dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Terdakwa juga dinyatakan terbukti merupakan pelaku yang aktif dan melakukan peran yang besar dalam pelaksanaan kejahatan, pelaksanaan kejahatan menunjukkan adanya derajat keahlian dan perencanaan terlebih dulu.

‎Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun‎ 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.


Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.

Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas