Rentan KDRT dan Kemiskinan, Tren Pernikahan Anak Harus Segera Dihentikan
Selain itu, anak yang menikah dini juga akan putus sekolah sehingga wajib belajar 12 tahun tak terpenuhi.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tren pernikahan anak marak belakangan ini, hal tersebut harus segera dihentikan lantaran bisa berdampak kepada kemiskinan dan kematian.
Dewan Pengawas International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Zumrotin K Susilo mengatakan pernikahan anak membuat kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga rentan terjadi sekaligus merenggut hak anak, merujuk Undang-undang tentang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002.
Selain itu, anak yang menikah dini juga akan putus sekolah sehingga wajib belajar 12 tahun tak terpenuhi.
"Untuk membangun bangsa yang sejahtera, berkualitas, dan bebas diskriminasi gender sebagaimana maksud dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan maka pernikahan anak di Indonesia harus diakhiri,"kata Zumrotin dalam pernyataannya, Rabu(19/9/2018).
Lebih lanjut menurut Zumrotin penghentian pernikahan anak akan memberi kontribusi pada pencapaian SDGs tujuan 1, 2, 3, 4 dan 5.
Penghapusan pernikahan anak merupakan salah satu indikator SDGs seharusnya tidak sulit dicapai.
Penghapusan pernikahan anak kata dia juga harus menjadi komitmen berbagai kementerian antara lain Kemenkes, Kemen PPPA, Kemendiknas, BKKOS Kemensos dan Kementerian Agama.
"Selama ini pernikahan anak hanya dianggap urusan Kementerian Agama," ujarnya.
Baca: 3 Bocah di Makassar Disekap Ibu Tiri, Dikurung Bersama Puluhan Binatang dan Tubuh Penuh Luka
Sementara itu Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indry Oktaviani menyatakan tren perkawinan anak semakin menguat dengan semakin terbukanya praktik perkawinan anak di masyarakat.
"Upaya masyarakat mempertahankan perkawinan anak ketika negara menolak untuk memberikan legitimasi juga mempertinggi tren tersebut," ujar Indry.
Menurut Indry, upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan memastikan bahwa anak-anak perempuan dapat mengejar pendidikan tinggi dan keterampilan kejuruan, dan menyiapkan peluang masa depan untuk memperoleh penghasilan.
SDGs kata dia telah menetapkan tujuan dan target secara khusus untuk menghapus segala bentuk praktik-praktik perkawinan anak.
"Tujuan tersebut tertuang di tujuan 5 target ketiga,"kata Indry.