Konsultan Eka Kamaluddin Didakwa Jadi Perantara Suap Rp 3,6 Miliar Kepada Amin Santono
"Uang Rp 3,6 miliar diberikan agar Amin Santono melalui terdakwa dan Yaya Purnomo mengupayakan kabupaten Sumedang mendapat alokasi tambahan,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsultan Eka Kamaluddin (36) didakwa jaksa KPK menerima uang Rp 3,6 miliar bersama-sama dengan Amin Santono (Anggota DPR RI Komisi XI), Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman di Dirjen Perimbangan Keuangan), dan Iwan Sonjaya (mantan anggota DPRD Kabupaten Kuningan.
Uang tersebut berasal dari kontraktor CV Iwan Binangkit Ahmad Ghias dan Bupati Kabupaten Lampung Tengah, Mustafa melalui Taufik Rahman, Kadis Pekerjaan Umum Lampung Tengah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Baca: KPU Tidak Akan Tandai Mantan Narapidana Korupsi di Surat Suara
"Uang Rp 3,6 miliar diberikan agar Amin Santono melalui terdakwa dan Yaya Purnomo mengupayakan kabupaten Sumedang mendapat alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2018 dan Lampung Tengah mendapat alokasi anggaran yang bersumber dari DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018," ucap jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, Kamis (20/9/2018) saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Peristiwa ini bermula pada tahun 2017, terdakwa Kamaluddin bertemu dengan Yosa Octora Santono menyampaikan ayahnya, Amin Santono merupakan anggota DPR yang bermitra kerja dengan Kementerian Keuangan dan berwenang mengusulkan anggaran.
Baca: SBY Beri Respon Terkait Permintaan Maaf Asia Sentinel, Mengaku Sudah Bersabar Selama 10 Tahun
Terdakwa Kamaluddin lanjut bertemu dengan Iwan Sonjaya sepakat mengusahakan anggaran untuk daerah pada APBN dan APBN-P dengan cara Iwan Sonjaya mencari proposal dari daerah dan terdakwa mengusahakannya ke Amin Santono.
"Saat itu disepakati fee yang akan diberikan ke Amin Santono melalui terdakwa Kamaluddin sebesar 7 persen dari dana yang disetujui. Pada pelaksananya, fee 7 persen tersebut oleh terdakwa Kamaluddin diserahkan ke Amin Santono sebesar 6 persen dan untuk terdakwa dan timnya sebesar 1 persen," papar jaksa Wawan.
Baca: Tekanan Ekonomi Diprediksi Sampai Tahun Depan, Golkar Ajukan Arah Politik Anggaran Baru
Pada Oktober 2017 terdakwa Kamaluddin menerima proposal dari Kabupaten Lampung Tengah untuk anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik bidang jalan dengan pengajuan senilai Rp 300 miliar dan proposal Dana Insentif Daerah (DID) Rp 8,5 miliar.
Akhirnya dengan bantuan Yaya Purnomo, pada 30 Oktober 2017, keluar Perpres nomor 107 tahun 2017 untuk Kabupaten Lampung Tengah mendapat DAK Rp 79 miliar dan anggaran DID untuk bidang kesehatan Rp8,5 miliar.
Setelah anggaran turun dan masuk dalam Perpres tentang penjabaran APBN TA 2018, Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Taufik Rahman memberikan uang komitmen fee ke Kamaluddin Rp 3,175 miliar.
"Dari Rp 3,175 miliar itu, terdakwa Kamaluddin menyerahkan ke Amin Santono Rp 2,8 miliar. Rp 300 juta diberikan ke Yaya Purnomo. Sisanya Rp 75 juta digunakan untuk kepentingan terdakwa dan tim," terang jaksa.
Terkait pengajuan DAK Kabupaten Sumedang pada APBN-P TA 2018, pada Februari 2018, Ahmad Ghiast kontraktor yang biasa mengerjakan proyek di Kabupaten Sumedang sepakat memberikan komitmen fee 7 persen dari anggaran yang turun dengan harapan ia dan rekan-rekannya di Asosiasi Kontraktor Listrik Nasional (AKLINAS) mendapat pekerjaan.
"Pada 25 April 2018 terdakwa Kamaluddin bertemu dengan Ahmad Ghias dan Amin Santono di Dunkin Donuts Stasiun Gambir menyerahkan proposal tambahan anggaran APBN-P 2018 untuk pembangunan infrastruktur Kab Sumedang berjumlah Rp 25,8 miliar," ujar jaksa.
Lanjut pada 30 April 2018, Amin Santono menemui Yaya di Kantor Kementerian keuangan menyerahkan proposal tambahan anggaran APBN-P 2018 Kab Sumedang. Yaya menyatakan bersedia membantu.
"Amin Santono juga meminta terdakwa Kamaluddin menghubungi Ahmad Ghiast meminta uang muka fee Rp 500 juta. Berikutnya terdakwa Kamaluddin juga meminta Rp 10 juta untuk biaya pengawalan anggaran bagi Yaya Purnomo. Tapi uang itu malah digunakan untuk pribadi Kamaluddin," tegas jaksa.
Kamaluddin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.