Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengusaha Ali Markus Dilaporkan Ke Polisi Atas Dugaan Penipuan.

Ali Markus pengusaha dan pemilik Maspion tersandung kasus hukum terkait dugaan penipuan yang dilaporkan I Wayan Wakil. Bersama kuasa hukumnya

Penulis: FX Ismanto
zoom-in Pengusaha Ali Markus Dilaporkan Ke Polisi Atas Dugaan Penipuan.
TRIBUNNEWS.COM/IST
I Wayan Wakil didampingi kuasa hukumnya Togar Situmorang SH mendatangi Bareskrim Mabes Polri malaporkan pemilik PT Maspion yaitu Ali Markus dalam kasus penipuan, Kamis (20/9/2018). TRIBUNNEWS.COM/IST 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ali Markus pengusaha dan pemilik Maspion tersandung kasus hukum terkait dugaan penipuan yang dilaporkan I Wayan Wakil. Bersama kuasa hukumnya Togar Situmorang SH, Wayan jauh - jauh datang dari Bali mendatangi Bareskrim Mabes Polri Kamis (20/9/2018). Usai membuat laporan Togar Situmorang atau yang akrab dipanggil Togar memberikan keterangan terkait pelaporan tersebut.

"Hari ini kita datang membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri, saya selaku kuasa hukum bapak Wayan Wakil. Dimana laporannya mencakup pasal 378, 372, 263 dan 264. Dimana yang kita laporkan itu berinisial AM nama lengkapnya Ali Markus pemilik daripada PT Maspion", ujar Togar Situmorang di Grand Cempaka Kamis Malam (20/9/2018).

"Dimana pada intinya adalah beliau (Wayan) adalah pemilik lahan yang diajak kerjasama sebagai Joint Business atau joint Patner PT nya dia yang mana PT nya belum sah aturan undang - undang karena hanya bentuk biasa saja yaitu PT Bangun Gemilang dengan Pecatu Bangun Gemilang dengan PTnya Pak Ali Markus yaitu PT Marindo Investama. Dengan komposisi saham Marindo Investama yaitu 55 persen, sementara PT Pecatu Bangun Gemilang itu 45 persen. PT Pecatu Bangun Gemilang sudah menaruh saham dalam bentuk aset berupa tanah seluas 3,8 Ha. Seharusnya si pemilik Marindo Investama yakni terlapor harus menyetor sesuai 55 persen itu. Harga tanah pada saat Itu senilai 625 juta per are berarti saham dia tertulis sudah hampir 230 Milyaran. Harusnya Pak Ali Markus juga menaruh saham yang sama tapi karena dia bilang mau membangun ya silahkan", tambah Togar.

Togar juga mempaparkan tentang sertifikat milik Pak Wayan yang tiba - tiba balik nama.

"Karena ini bentuknya kerjasama dimintalah seetifikat tanah Pak Wayan, kemudian sertifikat itu dibawa dia. Harusnya sama - sama dong kalo mau nunjuk Notaris bahkan yang tidak diduga oleh dia (wayan) tiba - tiba sertifikat itu dibalik nama diturunin dari SHM menjadi nama PTnya dia (Ali Markus) yaitu PT yang baru yakni PT Marindo Gemilang", papar Togar

"Yang lebih parahnya lagi Marindo Gemilang ini sudah jadi SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dimasukkan ke Panin Bank untuk dijadikan jaminan kredit nilainya mungkin ratusan Milyar. Uangnya kemana kita juga tidak tahu sampai detik ini. Sehingga kita buatlah laporan ke Bareskrim", imbuhnya.

Togar juga mengemukakan alasannya melapor kasus ini ke Pusat yakni Bareskrim.

Berita Rekomendasi

"Karena di Pusat inikan banyak yang bisa kita minta tolong, KPK, Jokowi, DPR kita mintalah institusi - institusi independent yang masih punya hati nurani, yang hukum adalah hukum, agar bisa memantau kasus ini. Biar kembali haknya Pak Wayan", terang Togar.

Di kesempatan yang sama Togar Situmorang juga mengungkapkan adanya unsur paksaan di kasus ini.

"Lucunya pada tahun 2016 Pak Wayan didatengi oleh beberapa gerombolan. Pak Wayan dipaksa untuk menandatangani surat kesepakatan bersama. Dimana kalau mau diminta kembali sertifikatnya harus ganti membayar 210 Milyar Rupiah dari mana uangnya ?. Pak Wayan tidak terima uang sama sekali", ungkap Togar sambil menunjukkan foto - foto penanda tanganan surat kesepakatan.

"Uang nggak dapat, sertifikat nggak jelas dimana tiba - tiba di paksa bayar dalam tempo 3 bulan. Yang kita takuti tiba - tiba ada orang dari bank pasang papan yang menyatakan bahwa tanah ini sudah disita sama bank kan repot. Kalo ternyata gagal bayar ke bank takutnya nanti digadaikan ke lelang KPKNL, kalo ada yang beli untuk bayar ke bank maka tanahnya Pak Wayan hilang dong. Itu yang tidak kita inginkan makanya kita lapor ke Bareskrim", cetus Togar.

"Kita omong tidak dihiraukan. Mentang - mentang orang kecil kita diinjak - injak", kata Wayan.

Terkait adanya pemaksaan dalam membuat surat kesepakatan Wayan membenarkan hal itu.

"Waktu buat surat kesepakatan saya sendiri tiba - tiba datang orang rame - rame. Akhirnya saya minta bang Togar datang. Saat itu kita ditekan untuk menandatangani surat itu badannya besar - besar", tegas Wayan.

Togar menambahkan, "Saya bilang ini pemaksaan namun pihak terlapor bilang sudah jangan ikut campur. Daripada nanti kita ada masalah kita duluan yang ke Bareskrim".

"Yang kita takutkan itu bank, kita kan tidak tahu bank yang sertifikatnya itu sudah turun jadi HGB PT, sedangkan PT itu sudah masuk ke Bank, kalo dibayar kredit, kalo tidak dibayar disita lah tanah Pak Wayan. Pak Wayan tidak dapat duit sedangkan dia (pihak terlapor) sudah dapat duit ratusan milyar kemana itu uang ?. Tanggung jawab dong", tutur Togar.

Togar juga menyatakan alasannya empat pasal yang dikenakan kepada terlapor,"Empat pasal kita masukkan. Karena ada keanehan - keanehan sertifikat milik Pak Wayan, kok bisa berubah ke PT Marindo Gemilang. Kalo diubah harusnya Pak Wayan tanda tangan harus ijin dia dong kok bisa ? Berarti ada yang memalsukan, ada yang memberi keterangan palsu dan seterusnya. Ada konspirasi dalam arti kata ada oknum - oknum baik itu BPN ataupun oknum Notaris. Terutama orang bank kok gampang banget lolosnya. Bank Indonesia harus mengaudit Panin, KPK kalau perlu turun tangan karena sudah pasti melibatkan penjabat dong ada grativikasi di dalamnya".

"Sebelum adanya laporan pak Wayan juga sudah membuat Surat Perlindungan Hukum kepada Presiden, Polri. Seminggu lalu lah terkait tanahnya Pak Wayan yang diambil paksa. Kita berharap juga Pak Jokowi turun tangan terhadap kasus ini. Kita minta keadilan", pungkas Togar

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas