Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dua Hari Terisolir Akibat Gempa Sulteng, Dua Pemuda Ini Harus Minum Air yang Bercampur Jentik Nyamuk

Namun karena haus yang tak tertahankan, dan cuaca di Sulawesi Selatan yang cukup terik, akhirnya mereka nekat meminum air tersebut.

Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dua Hari Terisolir Akibat Gempa Sulteng, Dua Pemuda Ini Harus Minum Air yang Bercampur Jentik Nyamuk
TRIBUN/DANY PERMANA
Warga melakukan komunikasi telepon saat mengunjungi kawasan Petobo, Sigi, yang mengalami likuifaksi akibat gempa, Kamis (11/10/2018). Tanggap Darurat tahap I telah berakhir pada 12 Oktober 2018 sekaligus berakhir pula evakuasi dan pencarian korban pada 11 Oktober 2018. Namun pemerintah memperpanjang masa Tanggap Darurat ke tahap II selama 14 hari ke depan, dan akan berkonsentrasi pada penanganan pengungsi dan perbaikan insfrastruktur. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, DONGGALA - Kisah tidak mengenakkan dialami dua warga Desa Labuan Toposo, Donggala, Sulawesi Selatan saat gempa, tsunami, dan likuifaksi menerjang Sulawesi Tengah.

Dua hari terisolir lantaran jalan menuju desanya terputus, kedua pemuda tersebut yakni Sofan dan Amran harus bertahan hidup di desa penghasil tomat tersebut.

Saat disambangi Tribunnews.com di desa yang berjarak 2 jam perjalanan dari kota Palu ini, keduanya bahkan terpaksa meminum air penampungan yang biasa digunakan untuk menampung air sumur.

Bahkan parahnya lagi, air tersebut tampak sudah bercampur dengan jentik nyamuk.

Hal itu harus kedua nya lakukan untuk menghindari dehidrasi.

"Itu air kita punya udah enggak keluar airnya, jadi pas itu ada ember masih ada air tapi ya gitu kakak ada jentik-jentik nyamuk terpaksa saya minum," ujar Sofan, saat berbinca kepada Tribunnews.com, Rabu (17/10/2018).

Sofan dan Amran mangaku sebelum melakukan hal nekatnya itu, sempat berdebat panjang.

Berita Rekomendasi

Namun karena haus yang tak tertahankan, dan cuaca yang cukup terik, akhirnya mereka nekat meminum air tersebut.

"Kami nekat kakak, kalau tidak begitu, kami bisa kayak yang lain tewas," ujar Amran.

Di desa nya, Amran menyebut lima orang harus meregang nyawa akibat bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi yang terjadi akhir September itu.

"Pas gempa adzan Magrib, itu warga teriak, udah enggak mikir kanan kirinya," ujar Amran.

Beruntunglah Sofan dan Amran beserta ratusan pengungsi lainnya, di hari ke-3 bantuan mulai masuk kedesanya.

Termasuk air yang menjadi "barang mewah" saat itu.

"Saya ingat betul Senin siang bantuan baru masuk, langsung nyerbu truk bantuan, dan cari itu namanya air," ucap Sofan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas