KPK Sebut Bupati Cirebon Gunakan Uang Suap Untuk Kepentingan Pilkada
Wakil Ketua KPK menduga uang suap yang diterima oleh Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra, dipakai untuk kepentingan Pilkada Serentak 2018.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menduga uang suap yang diterima oleh Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra, dipakai untuk kepentingan Pilkada Serentak 2018.
"Dalam proses penyelidikan ini, KPK mengidentifikasi dugaan aliran dana untuk kepentingan Pilkada sebelumnya," ujar Alexander di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (25/10/2018).
Baca: Hasil Lengkap Pertandingan dan Klasemen Pekan ke 27 Liga 1 Indonesia: PSM Kokoh, Persib Tergusur
Sunjaya merupakan petahana yang memenangi Pilkada Kabupaten Cirebon 2018.
Lembaga antirasuah tersebut baru saja mengumumkan Sunjaya Purwadisastra (SUN) bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto (GAR) sebagai tersangka kasus suap terkait mutasi jabatan, proyek, dan perizinan di Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2018.
Baca: Pulang ke Bandung, Mario Gomez Berharap Persib Lebih Segar
"Terkait logistik Pilkada seperti saya sampaikan lebih kurangnya, Bupati ini menjual jabatannya dalam rangka mengembalikan modal apalagi dia petahana," kata Alexander.
Alexander mengatakan, KPK sangat menyesalkan masih terjadinya praktik penerimaan suap oleh kepala daerah.
"Bupati Cirebon merupakan kepala daerah ke-19 yang diproses KPK melalui operasi tangkap tangan di tahun 2018 ini dan merupakan kepala daerah ke-100 yang pernah kami proses selama KPK berdiri," katanya.
KPK pun memandang sudah mendesak untuk melakukan perubahan aturan terkait penguatan independensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan perbaikan di sektor politik.
"Terutama aspek pendanaan politik terhadap calon kepala daerah dalam proses kontestasi politik," katanya.
Ia pun juga mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian KPK terkait pendanaan dalam Pilkada terungkap bahwa banyak kepala daerah yang 'disponsori' oleh pihak-pihak tertentu.
"Bahwa dari beberapa operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK dan ketika diperiksa banyak yang mengatakan mereka itu untuk Pilkada itu "disponsori" oleh pihak-pihak tertentu atau bahkan dia minjam," tutur Alexander.
Menurutnya, ada kepala daerah di daerah tertentu yang mengatakan bahwa untuk menjadi kepala daerah itu paling tidak harus menyiapkan dana Rp 20 sampai Rp 30 miliar.
"Padahal kalau dihitung dari penghasilan kepala daerah selama lima tahun saya yakin mungkin kalau ditabung semua uangnya itu penghasilan yang resmi mungkin tidak sampai Rp 6 miliar dengan asumsi penghasilan Bupati itu Rp 100 juta perbulan. Sisanya dari mana? Tentu saja mereka akan berupaya dengan berbagai cara untuk mengembalikan modal," pungkas Alexander.