Kementan Fokus Meningkatkan Produksi dan Mutu Jagung Serta Kesejahteraan Petani
Terkait harga jagung untuk pakan ternak, bahwa kebutuhan jagung untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional
Editor: Eko Sutriyanto
Kondisi yang terjadi seperti saat ini, di mana harga jagung di beberapa lokasi sentra industri pakan meningkat, bukan berarti produksi dan pasokan jagung dari petani dalam negeri bermasalah.
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi meningkatnya harga jagung di suatu lokasi, terutama karena sebaran waktu dan lokasi produksi yang bervariasi.
Di samping itu, pabrikan pakan ternak konsumen yang terfokus pada lokasi tertentu saja seperti Medan, Banten, Jabar, Jateng, Surabaya, Sulsel.
Terkait harga jagung untuk pakan ternak, bahwa kebutuhan jagung untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional sehingga sensitif terhadap gejolak.
Kendalanya yang terjadi adalah karena beberapa pabrik pakan tidak berada di sentra produksi jagung, sehingga perlu dijembatani antara sentra produksi dengan pengguna agar logistiknya murah.
Baca: Pingin Elus Singa di Kebun Binatang, Pria Mabuk Ini Alami Kejadian Tak Terduga
Saat ini tercatat ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar di Sumut 11 unit, Sumbar 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16, unit Jabar 11 unit, DKI Jakarta 6 unit, Jateng 12 unit, Jatim 21 unit, Kalbar 1 unit, Kalsel 2 unit, dan Sulsel 7 unit. Beberapa pabrik pakan di daerah seperti, Banten, DKI Jakarta, Kalbar dan Kalsel, tidak berada di sentra produksi jagung.
Tahun 2018, Pemerintah bertekad memenuhi kebutuhan jagung sepenuhnya dari produksi dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali. Untuk mencapai target tersebut, Kementan mengalokasikan bantuan benih jagung seluas 2,8 juta hektare yang tersebar di 33 Provinsi sesuai dengan potensi lahan, lokasi pabrik pakan, dan ekspor. Dampak dari kebijakan ini sudah dirasakan dengan adanya peningkatan produksi.
Selain bantuan benih, tahun 2018 ini Kementan juga telah menganggarkan pembangunan pengering jagung (dryer) sebanyak 1.000 unit untuk petani.
Hal ini dilakukan karena sebagian besar petani jagung tidak memiliki alat pengering, sehingga menyebabkan timbulnya persoalan kualitas jagung yang dipanen pada musim hujan kurang baik dan cenderung basah.
Pemerintah Propinsi juga didorong untuk berperan dengan membangun buffer storage, yaitu menyerap surplus produksi pada waktu puncak panen, dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi menurun.
Persoalan lain yang juga perlu diselesaikan adalah menyederhanakan rantai pasok. Alur perdagangan jagung saat ini umumnya masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi.
Jagung dari petani biasanya dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya dijual lagi ke pedagang besar. Dari pedagang besar ini, barulah dipasarkan ke industri.
Baca: Kisah Dewa Judi dari Kalimantan yang Menguasai Perjudian Dunia, Pemerintah AS pun Ketar-ketir
Terkait distribusi, terdapat perbedaaan biaya transportasi tujuan penjualan pasar domestik dan tujuan ekspor.
Sebagai contoh, biaya tranportasi Tanjung Priok, Jakarta ke Tanjung Pandan, Belitung lebih mahal dibandingkan biaya transportasi Tanjung Priok ke Pelabuhan Port Klang Malaysia.