Masif Hoaks Penculikan Anak, Psikologis Orang Tua Kena Imbasnya
Salah satu dampak psikologis para orang tua ialah merelakan waktunya setiap hari untuk menunggu di sekolah hingga sang anak pulang.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masifnya pemberitaan kasus penculikan anak yang diperparah dengan viralnya enam berita hoaks ditengah masyarakat dalam seminggu terakhir, dapat berdampak pada psikologis baik anak maupun para orang tua murid.
"Pemberitaan bohong atau hoaks sudah memberikan dampak psikologis yang besar," kata Ketua KPAI, Susanto di Kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/11/2018).
Salah satu dampak psikologis para orang tua ialah merelakan waktunya setiap hari untuk menunggu di sekolah hingga sang anak pulang. Beberapa juga diketahui ribut di grup media sosial whatsapp karena pemberitaan bohong tersebut.
"Mereka dibuat panik hingga rela menunggui anak sekolah setiap hari. Karena kekhawatiran yang berlebihan," ujarnya.
Sikap berlebihan lainnya adalah para orang tua mengawasi sang anak dengan berlebihan, seperti membentak, mengintimidasi, juga mengatur secara ketat aktivitas keseharian anak karena takut akan penculikan.
Baca: Target Tiga Besar, Nasdem Gelar Pembekalan Orientasi Caleg di Kalteng
"Ini menimbulkan pengawasan yang berlebihan pada orang tua dengan mengintimidasi, membentak, menekan, memaksa, dan mengatur secara ketat aktivitas anak," imbuhnya.
Kondisi tersebut menimbulkan sosialisasi serta tumbuh kembang anak tidak bisa berjalan dengan semestinya.
Bila menghadapi situasi seperti ini, sepatutnya para orang tua perlu bijak dan jernih dalam berpikir. Sebab, rasa kekhawatiran berlebih secara bertahap akan mengurangi kepercayaan diri anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.
"Orang tua tetap perlu mengedukasi anak dengan baik terkait tindakan penculikan yang sesuai dengan usia tumbuh kembangnya," tutur Susanto.
Susanto mengatakan, tindakan preventif yang seharusnya dilakukan orang tua adalah dengan mengajarkan kepada anak untuk menolak jika diajak atau diberikan imbalan apapun dari sosok tak dikenal ataupun dari mereka yang mengaku perwakilan orang tua.
Mereka juga bisa mengajarkan anak sebuah kode atau sandi pesan khusus bila penjemputnya merupakan perwakilan orang tuanya.
Sama halnya saat anak merasa curiga akan situasinya di perjalanan pulang. Mereka bisa meminta pertolongan disekitarnya, namun tetap mengutamakan petugas berseragam.
"Termasuk berteriak ketika dalam keadaan darurat," katanya.
Selain itu, orang tua juga perlu untuk mengenalkan rute aman ke sekolah, baik berangkat maupun pulang, sehingga sang anak dapat tetap mandiri namun aman.
Pada akhirnya, kehatian-hatian orang tua merupakan keniscayaan, semata-mata untuk melindungi anak. Kekhawatiran berlebih dan malah mengintimidasi anak bukan tindakan yang tepat. Sikap waspada diperlukan namun harus diikuti dengan edukasi kepada semua pihak.
"Kewaspadaan perlu diikuti dengan edukasi serta kontrol yang baik dari orang tua, guru, dan lingkungan masyarakat," pungkasnya.