RUU SDA Harus Lebih Difokuskan ke Masalah Pelayanan Air Minum dan Sanitasi
Saat ini Rancangan Undang-Undang SDA hanya difokuskan untuk mengatur air sebagai sumberdaya
Editor: Eko Sutriyanto
![RUU SDA Harus Lebih Difokuskan ke Masalah Pelayanan Air Minum dan Sanitasi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pdam-kota-bandung-akan-bangun-sistem-penyediaan-air-minum_20180214_221017.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memenuhi kewajibannya melindungi dan menghormati hak atas air masyarakat, negara memerlukan sebuah regulasi yang memadai.
Jika tidak, negara berarti sudah melalikan kewajibannya itu dan untuk itu rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) disarankan agar lebih fokus mengatur soal pelayanan air minum dan masalah sanitasi yang hingga kini menjadi isu utama dalam penyediaan air minum bagi masyarakat.
Itu merupakan benang merah dari Diskusi Pakar “Peranan Regulasi Dalam Memenuhi Hak Atas Air di Indonesia” yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor dan Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG), di Jakarta, belum lama ini.
Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber seperti peneliti CRPG M Mova Al’Afghani, ekonom UI Faisal Basri, Regional CoordinatorGlobal Water Partnership Southeast Asia (GWP-SEA) Fany Wedahuditama, dan ahli hidrologi Universitas Merdeka Malang GunawanWibisono.
Menurut Mova, RUU SDA belum cukup mengakomodir hak atas air dalam konteks pelayanan air minum dan sanitasi.
Dia melihat RUU SDA hanya difokuskan untuk mengatur air sebagai sumberdaya.
Baca: Pemerintah Dorong Peningkatan Program Hibah Air Bersih Perkotaan
“Apalagi ada usulan untuk mengatur masalah air minum dan sanitasi dalam Undang-Undang tersendiri,” ujarnya.
Ia mengusulkan agar RUU SDA membuat peluang pengaturan lebih detail atas air minum dan sanitasi karena empat alas an. Pertama, karena pemerintah memiliki target 100 persen akses air universal dan 0% rakyat Indonesia buang air besar sembarangan pada 2019.
Hal ini akan memerlukan instrumen hukum.
Kedua, karena UU Air Minum dan Sanitasi tidak mungkin diselesaikan dalam waktu cepat.
Ketiga, karena pada prakteknya nanti peraturan air minum dan sanitasi akan dicantolkan pada UU SDA juga.
Keempat, karena perintah MK untuk menjamin hak atas air tidak mungkin cukup dilaksanakan dengan RUU SDA dalam format saat ini.
Pandangan serupa disampaikan Faisal Basri.
Dia berpendapat, RUU SDA sebaiknya lebih difokuskan kepada pengelolaan air minum karena ia meilhat adanya manajemen yang salah dalam pengelolaan air minum selama ini.
Dia mencontohkan, dengan potensi sumber daya Indonesia sebesar 3,9 triliun meter kubik per tahun, yang telah dapat dikelola baru mencapai sekitar 691 miliar meter kubik atau 18% dari potensi.
Baca: Indonesia Menduduki Peringkat Pertama sebagai Negara Paling Dermawan di Dunia
“Jadi ada potensi yang belum termanfaatkan sekitar 3,2 triliun meter kubik per tahun atau 82 persen dan itu terbuang ke laut dengan percuma. Menurut saya, masalah yang dihadapi hingga saat ini adalah jeleknya manajemen air kita,” ungkapnya.
Faisal melihat kebutuhan terhadap air saat ini lebih cepat daripada mengelola airnya, sehingga memicu kelangkaan air daerah.
“Lantas yang disalahkan pengusahaan air dan dikambinghitamkan. Padahal penggunaan air oleh mereka itu hanya dua persen saja. Kan goblok banget ini,” ucapnya geram.
Fany Wedahuditama mengatakan, air untuk kebutuhan sanitasi dan air limbah sebagai bagian dari kebutuhan dasar belum terakomodir dalam RUU SDA.
“Masalah sanitasi di RUU SDA hanya satu kata saja. Ini akan bermasalah nantinya untuk yang punya tanggung jawab mengamankan air limbah untuk membuat peraturan turunannya karena tidak punya cantolan di undang-undang,” katanya.
Menurutnya, RUU SDA itu sebaiknya bisa mengakomodasi kesejahteraan masyarakat, aktifitas ekonomi berkelanjutan, dan kebencanaan terkait air.
“Seharusnya semua bila diakomodasi dalam satu aturan yang detail seperti RUU SDA supaya ada cantolan saat membuat peratuan turunannya,” ujarnya.
Gunawan menuturkan bahwa tren sekarang ini keberadaan air itu semakin lama akan semakin berkurang meskipun secara entitas air tetap tapi jumlah populasi bertambah dan dunia usaha juga semakin bertumbuh.
Tugas pemerintah adalah memberikan pemenuhan atas semuanya itu.
“Memang ada skala prioritas terutama untuk kepentingan domestik dan juga irigasi. Tapi bukan berarti kepentingan dunia usaha akan diabaikan. Karena itu juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja. Jadi banyak hal-hal yang dilakukan oleh swasta dunia usaha yang sesungguhnya ini akan memicu pertumbuhan ekonomi negara kita,” ucapnya.
UUD Tahun 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Tapi rakyat sekarang itu ada dua macam, yang biasa dan masyarakat dunia usaha.
UUD itu diterbitkan tahun 1945, dan sekarang sudah sekian lama dan perkambangannya sudah luar biasa. Karenanya harus melihat ke arah sana.
“Artinya begini. Masyarakat umum diutamakan harus, tapi bukan berarti masyarakat dunia usaha diabaikan. Saya kira itu perlu dipertimbangkan di RUU ini,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.