Elite Gerindra Minta Orang dengan Gangguan Kejiwaan Tak Diberi Hak Pilih dalam Pemilu
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai orang dengan gangguan kejiwaan atau orang gila tidak seharusnya diberi hak pilih.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai orang dengan gangguan kejiwaan atau orang gila tidak seharusnya diberikan hak pilih dalam Pemilu.
Meskipun menurut anggota Komisi III DPR RI ini, tidak diatur secara tegas dalam UU Pemilu, tetapi dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang hukum Perdata (KUHPerdata) secara jelas diatur jika orang gila tidak cakap untuk melakukan aktivitas hukum dan itu termasuk memilih dalam Pemilu.
Karena, menurut Sufmi Dasco Ahmad, menggunakan hak pilih adalah aktivitas pelaksanaan hak hukum yang amat penting karena akan menentukan siapa yang akan menjadi Pemimpin negara.
"Jika orang gila diberi hak pilih, maka hasil Pemilu bisa diragukan kualitasnya," ujar Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ini kepada Tribunnews.com, Selasa (20/11/2018).
Yang paling membahayakan, menurut Sufmi Dasco Ahmad, pemberian hak pilih kepada orang gila akan memberi peluang terjadinya manipulasi.
Baca: Perludem: Penderita Gangguan Jiwa Wajib Didata dan Diberikan Hak Pilihnya Tanpa Kecuali
Alasannya, Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, bisa saja orang gila tersebut diarahkan atau diwakili untuk memilih partai atau paslon tertentu karena mereka tidak sadar apa yang mereka lakukan.
"Pada akhirnya bisa terjadi pelanggaran azas Pemilu Jujur dan adil," papar Sufmi Dasco Ahmad.
Untuk itu Sufmi Dasco Ahmad menilai, orang dengan gangguan kejiwaan atau orang gila tidak seharusnya diberikan hak pilih.
Diberitakan orang gila masuk dalam daftar pemilih tetap menjadi polemik. Termasuk di Jambi. Namun demikian, pendataan orang gila masuk dalam daftar pemilih tetap bukanlah seperti yang di tafsirkan banyak orang.
Seperti yang disampaikan komisioner KPU Provinsi Jambi Afnizal. Menurutnya, dalam pendataan orang gila, KPU sifatnya menunggu laporan dari masyarakat. Jika ada laporan dari masyarakat baru bisa kita tindak lanjut.
"Harus ada laporan dari masyarakat dan dibuktikan bahwa memang sedang tidak sehat (gila,red)" ujar Afnizal.
Tidak seperti disangka selama ini, KPU tidak langsung mendata ke rumah sakit jiwa atau mendata langsung orang gila. Ini juga untuk membersihkan pemilih agar lebih baik dari sebelumnya.(*)