Pertemuan KPU dan MK Dinilai Politis
Upaya KPU menjadwalkan pertemuan dengan Mahkamah Konstitusi (MK) membahas pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang dinilai politis
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menjadwalkan pertemuan dengan Mahkamah Konstitusi (MK) membahas pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, sebagai anggota DPD RI dinilai bersifat politis.
"Pertemuan yang hendak dilakukan oleh KPU RI dengan MK meskipun atas nama konsultasi, jelas bersifat politis dan inkonstitusional," ujar pakar hukum, Petrus Selestinus, saat dihubungi, Selasa (20/11/2018).
Dia menjelaskan, rencana KPU RI untuk melakukan konsultasi dengan MK jelas tidak etis dan melanggar hukum acara yang berlaku. Sebab, kata dia, tidak ada lagi forum konsultasi dengan siapapun terkait pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap di MK ataupun MA.
"Konsultasi dan kompromi yang digagas KPU jelas merupakan pembangkangan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang sudah berkekuatan hukum tetap yang bersifat final and binding," tutur koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) itu.
Baca: KPU Diminta Segera Eksekusi Putusan PTUN Soal Pencalonan OSO
Menurut dia, KPU RI tidak boleh menyeret MK dalam mempolitisasi kepastian hukum dan keadilan yang sudah diperoleh OSO melalui putusan PTUN Jakarta yang bersifat final and binding.
Selain itu, dia menyarankan, agar MK tidak boleh terjebak dalam manuver KPU melalui apa yang disebut sebagai konsultasi.
Hal ini karena pertemuan yang dibolehkan undang-undang antara MK dan Lembaga Negara lainnya terkait perkara adalah hanya sepanjang perkara itu masih berjalan dan hanya boleh dilakukan di ruang sidang terbuka untuk umum.
"Pertemuan konsultasi hanya boleh dilakukan pihak OSO atau sebaliknya pihak KPU mengambil inisiatif konsultasi dan/atau kompromi dengan OSO terkait dengan persoalan teknis pelaksanaan putusan PTUN Jakarta yang sudah bersifat final and binding serta eksekutorial," tambahnya.
Sebelumnya, tiga lembaga mengeluarkan putusan mengenai pencalonan OSO sebagai anggota DPD RI periode 2019-2024.
MK mengeluarkan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018. Putusan ini menegaskan mengenai larangan pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI. Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari partai politik.
Setelah dikeluarkan putusan itu, KPU menindaklanjuti melalui dikeluarkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan DPD.
Namun, OSO mengajukan uji materi Pasal 60 A PKPU Nomor 26 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan permohonan uji materi itu dengan menyebutkan ketentuan Pasal 60 A PKPU Nomor 26 Tahun 2018 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
MA menyebutkan Pasal 60A PKPU itu tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum sepanjang tidak diberlakukan surut terhadap peserta pemilu anggota DPD Tahun 2019 yang telah mengikuti tahapan, program dan jadwal lenyelenggaraan pemilu tahun 2019 berdasarkan PKPU Nomor 7 tahun 2017.
Sementara itu, Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan mengabulkan gugatan yang diajukan OSO atas Keputusan KPU Republik Indonesia Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Majelis hakim memerintah KPU membatalkan dan mencabut keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018.
Putusan PTUN juga memerintahkan KPU menerbitkan keputusan baru yang memasukan nama OSO sebagai Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.