Hack, Leak, and Amplify Bahaya Serangan Siber Menjelang Pemilu yang Dikhawatirkan BSSN
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengingatkan serangan siber menjelang pemilu sudah mulai terdeteksi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengingatkan serangan siber menjelang pemilu sudah mulai terdeteksi.
Lembaga pemerintah bertugas mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber di Negara Republik Indonesia ini mengajak semua pihak berkontribusi untuk pencegahan dan penanggulangan ancaman dan serangan siber.
"Jenis ancaman yang sudah terdeteksi itu sangat teknis, yang pasti ancaman sudah mulai banyak bertaburan, berdatangan," ungkap Djoko pada konferensi pers di kampus Swiss German University di Alam Sutera, Tangerang, Sabtu (24/11/2018).
Kepala BSSN, didampingi oleh Deputi Identifikasi dan Deteksi Irjen Pol Drs. Darma Pongrekun, pada hari Sabtu hadir dalam acara seminar dan workshop Peningkatan Kemampuan Deteksi dan Koordinasi Insiden Keamanan Siber Secara Nasional.
Baca: Antisipasi Serangan Siber di Pemilu, BSSN Gandeng Twitter Hingga Facebook
Dalam acara ini juga ditandatangani nota kesepahaman antara Kepala BSSN dengan Rektor Swiss German University Filiana Santoso untuk kesepakatan kerjasama terkait penelitian dan pengembangan akademis dalam mempersiapkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang keamanan siber dan sandi.*
"Kita harapkan dengan kesadaran seluruh bangsa ini kita bersama-sama menciptakan situasi yang aman. Kalau kita melarang itu juga kan ada aturannya, jadi mari kita sharing hal-hal yang baik saja," ujarnya.
Direktur Deteksi Ancaman BSSN, Sulistyo, menjelaskan ancaman serangan siber menjelang pemilihan Presiden dan legislatif datang dari dalam dan luar negeri. Salah satu yang paling berbahaya adalah upaya menargetkan institutsi penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Yang utama itu hack, leak, and amplify. Yang pertama itu melakukan proses hacking. Banyak cara teknik yang digunakan untuk ganggu infrastruktur cyber pemilu. Misalnya sistem IT-nya diganggu, lalu ada serangan DDOS," ujar pejabat di lingkungan BSSN tersebut.
"Lalu leak, yaitu terkaitan dengan pembocoran informasi. Ini biasanya micro targeting, misalnya menargetkan data peserta (konstituen Pemilu. Ada informasi pribadi yang sifatnya private dicuri, dan diambil," kata Sulistyo.
Direktur BSSN yang salah satu tugasnya membuat early warning system terkait ancaman siber ini menuturkan amplify itu terkait dengan gimana memviralkan informasi yang dibocorkan tersebut.
Seperti diberitakan di media sebelumnya, salah satu serangan siber yang pernah mencuat adalah peretasan menggunakan DIstributed Denial of Service, atau populer dikenal dengan DDoS, yang pernah melumpuhkan situs KPU.
Teknik serangan ini membanjiri situsweb dengan permintaan (request) tinggi pada saat bersamaan, sehingga mengakibatkan server menjadi down.
Selain berkoordinasi dengan KPU RI terkait pengamanan pemilu, BSSN, juga telah menggandeng penyelenggara internet dan platform media sosial seperti Facebook dan Twitter.
BSSN, bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga akan mengawasi berita dan informasi hoaks.