Keluarga Korban Lion Air Gugat Boeing Tuntut Ganti Rugi Ratusan Juta Dolar AS
Perusahaan pesawat Boeing 'The Boeing Company' yang bermarkas di Chicago, Amerika Serikat digugat. Para penggugat adalah keluarga korban jatuhnya Lion
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA ‑ Peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Kerawang, Jawa Barat memasuki babak baru.
Perusahaan pesawat Boeing 'The Boeing Company' yang bermarkas di Chicago, Amerika Serikat digugat. Para penggugat adalah keluarga korban jatuhnya Lion Air PK‑LQP.
Dalam gugatannya para keluarga korban menganggap pesawat Boeing 737 Max 8 yang digunakan maskapai Lion Air PK‑LQP dalam kondisi rusak dan sangat berbahaya, padahal pesawat relatif masih baru.
Keluarga korban juga meminta ganti rugi sebesar ratusan juta dollar AS kepada pihak Boeing.
"Tidak ada alasan menunggu laporan akhir dari investigasi karena bisa memakan waktu berbulan‑bulan atau bertahun‑tahun, laporan akhir tidak akan menetapkan kewajiban, keputusan siapa yang bersalah dalam kecelakaan ini akan ditentukan oleh hakim atau juri di Amerika," ujar Kuasa hukum dari Ribbeck Law Chartered, Manuel von Ribbeck.
Kuasa hukum lainnya, Deon Botha menuturkan bahwa pada 7 November 2018, Federal Aviation Administration (FAA) telah mengeluarkan Pedoman Kelayakan Darurat baru pada Boeing 737 MAX 8.
Isinya mengarah pada penetapan kondisi tidak aman yang mungkin bisa dialami dan berkembang di pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 lainnya.
"Pesawat Boeing 737 MAX 8 yang baru itu dirancang dan diproduksi di Amerika Serikat," kata dia.
Saat ini, proses penyelidikan berfokus pada sistem kontrol penerbangan otomatis baru pada Boeing 737 MAX 8. Sistem ini diduga tidak dapat dikendalikan oleh awak pesawat saat kecelakaan terjadi.
"Fitur otomatis ini dapat dipicu bahkan ketika pilot sedang menerbangkan pesawat secara manual dan tidak mengharapkan campur tangan komputer kontrol penerbangan," ujarnya.
Sebelumnya, salah satu keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 atas nama Dr Rio Nanda Pratama menggugat The Boeing Company selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8.
Gugatan disampaikan melalui firma hukum Colson Hicks Eidson dan BartlettChen LLC. Keluarga menggugat karena maskapai Lion Air dengan registrasi PK‑LQP itu menggunakan pesawat pabrikan Boeing yang belum lama mereka operasikan.
Asuransi
Managing Director of Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro, mengatakan pihaknya akan segera menyerahkan data 64 orang penumpang pesawat Lion Air PK‑LQP yang tak teridentifikasi kepada Dukcapil. Data itu diketahui penting untuk menerbitkan surat kematian terkait asuransi korban.
"Terhadap 189 penumpang yang jadi korban di pesawat JT610, yang belum teridentifikasi 64 orang. Sesuai dengan pertemuan dengan Dukcapil, kami akan menyampaikan data penumpang 64 orang yang belum bisa diidentifikasi kepada Dukcapil," ujar Daniel.
Ia menyebut Lion bertanggung jawab penuh untuk memberikan asuransi kepada semua keluarga korban.
Adapun, kata dia, Lion Air telah mengantongi data ahli waris para korban pesawat rute Jakarta‑Pangkalpinang itu.
Daniel mengatakan asuransi yang akan diserahkan kepada tiap satu korban yakni sebesar Rp 1.250 miliar.
Maskapai berlambang kepala singa itu juga memberikan uang bagasi sebesar Rp 50 juta dan uang pemakaman Rp 25 juta.
"Terkait dengan yang sudah data ahli waris lengkap dan sudah kami pastikan disaksikan notaris dan pengadilan. Nanti hari Selasa minggu depan kami akan menyerahkan asuransi sesuai Peraturan Menteri 77 tahun 2011," tukasnya.
Direktur Utama PT Jasa Raharja, Budi Rahardjo menyampaikan, sudah Rp 5,058 miliar yang diberikan kepada ahli waris penumpang korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Hingga Kamis (22/11) setidaknya sudah 103 ahli waris yang menerima kewajiban yang harus diberikan tersebut. Jumlah yang diberikan, masing‑masing sebesar Rp 50 juta.
"Untuk selanjutnya, terutama temuan yang baru ini, akan kami segera berikan ke ahli waris yang sudah terdata sebelumnya," kata dia.
Sejauh ini, jelasnya Jasa Raharja sudah memiliki semua data ahli waris yang akan mendapatkan asuransi, termasuk 64 penumpang yang masih belum teridentifikasi.
Hanya satu penumpang asal Italia yang belum dimiliki oleh Jasa Raharja. Oleh karenanya, mereka akan terus berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Italia.
"Kami terus berkomunikasi dan mencari tahu, agar dana ini tetap tersalurkan kepada penumpang yang merupakan warga negara Italia," imbuhnya. (Tribun Network/dit/ryo/wly)