LBH APIK: Kasus Agni dan Baiq Nuril Jadi Peringatan bagi Pemerintah
Dalam diskusi bertajuk '16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan', Koordinator Perubahan Hukum LBH APIK Veni Siregar pun mengkritisi sikap pemerintah
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih marak terjadinya kasus kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap kaum perempuan ternyata disoroti serius Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK).
Termasuk kasus yang menimpa Agni yang merupakan Mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) serta Kasus Baiq Nuril, seorang guru honorer SMA Negeri di Mataram yang kini tengah viral.
Dalam diskusi bertajuk '16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan', Koordinator Perubahan Hukum LBH APIK Veni Siregar pun mengkritisi sikap pemerintah terhadap dunia pendidikan saat ini.
Menurutnya, kasus kekerasan dan pelecehan terhadap kaum hawa bisa dianggap sering terjadi.
Baca: Keluarga Dilanda Ketakutan, Baiq Nuril Dilanda Kegalauan
Bahkan kasus tersebut juga kerap terjadi di kalangan akademis yang berada di bawah pengawasan pemerintah, yakni universitas negeri.
"Terkait di dunia pendidikan, saya pikir ini kan kasus bukannya satu dua kali ya, ini kasus yang sudah bertahun-tahun dan mengidapnya justru di kampus-kampus yang besar, yang memang milik pemerintah," ujar Veni, dalam diskusi di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (25/11/2018).
Menurutnya, dalam peranan kepemilikan tersebut, seharusnya negara memegang penuh tanggung jawab dalam menjamin keamanan dan kenyamanan para mahasiswa yang menuntut ilmu di kampus negeri.
Mereka seharusnya terhindar dari segala bentuk 'ketidaknyamanan' selama berada dalam lingkup almamater.
Sehingga mereka yang berkuliah di universitas negeri bisa fokus untuk memberikan sumbangsih terhadap negara.
"Yang kita tahu bahwa di situlah negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan para mahasiswa yang keluar dari sana, menjadi tokoh-tokoh yang berkontribusi terhadap negara ini," jelas Veni.
Ia pun merasa miris saat melihat pihak kampus yang berusaha menghasilkan lulusan yang bisa berkontribusi untuk negara, namun tidak mengedepankan hak mahasiswa yang menghadapi kasus kekerasan.
Veni menganggap kampus bahkan menerapkan kebijakan internal yang ia nilai tidak adil bagi mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual, hingga akhirnya sikap mereka berubah, satu diantaranya menjadi bipolar.
Oleh karena itu ia menekankan bahwa pemerintah harus memperhatikan hak mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual, karena masa depan mereka bisa disebut telah hancur setelah mendapat perlakuan tidak senonoh itu.
"Tapi ketika misalnya (kampus) memiliki kebijakan internal justru memberangus kasus-kasus kekerasan seksual yang menjadikan korban jadi bipolar, tidak mengenali dirinya dan terenggut masa depannya, ini juga harus menjadi perhatian," kata Veni.