Pengelolaan Pelabuhan Seharusnya Berlandaskan Semangat Konstitusi Bukan Liberalisasi Asing
Negara wajib hadir dalam pengelolaan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat.
Editor: Eko Sutriyanto
Sejak JICT dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja dijual kepada pihak asing, ratusan pekerja kontrak dipecat.
Mereka yang seharusnya telah memenuhi syarat dan berhak diangkat sebagai karyawan justru harus kembali berstatus kontrak di bawah sistem outsourcing.
Padahal menurutnya, pengelolaan JICT dan TPK Koja yang senyatanya merupakan pelabuhan nasional harus dilakukan dengan berlandaskan semangat konstitusi.
Pelabuhan katanya menghidupi hajat hidup rakyat Indonesia sekaligus meningkatkan potensi ekonomi nasional.
"Pengelolaan Pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni. Pelabuhan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat dan pekerja pelabuhan itu sendiri. Negara wajib hadir tanpa kompromi," ungkapnya dalam siaran tertulis pada Kamis (8/11/2018).
Pembangunan pelabuhan baru NPCT-1 lanjutnya, tidak memikirkan keberlangsungan teknis pembangunan, sehingga dinyatakan gagal kontruksi.
Pinjaman asing senilai Rp 20,8 trilyun untuk pembangunan pelabuhan katanya tanpa kajian kelayakan yang menyebabkan dana pinjaman mangkrak hingga tiga tahun, sedangkan negara harus membayar bunga hutang tidak produktif tersebut.