Pengelolaan Pelabuhan Seharusnya Berlandaskan Semangat Konstitusi Bukan Liberalisasi Asing
Negara wajib hadir dalam pengelolaan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelolaan pelabuhan nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia harus dilakukan berlandaskan semangat konstitusi bukan liberalisasi asing yang membahayakan kedaulatan dan hilangnya potensi ekonomi nasional.
Ini benang merah diskusi penyelamatan aset pelabuhan nasional dan bedah buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta diadakan di kedai kopi nikmat di Medan awal pekan lalu.
“Pengelolaan pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni,” kata Ahmad Khoirul Fata.
Dikatakannya, negara wajib hadir dalam pengelolaan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat.
Celakanya fakta yang sebaliknya justru terjai pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia JICT dan Koja yang dijual ke perusahaan asing Hutchisom untuk 20 tahun kedepan tanpa ada urgensi.
“Akibatnyta potensi ekonomi nasional yang besar dan kedaulatan atas aset strategis bangsa hilang total,” kata penulis Buku ‘Melawan Konspirasi Global Di Teluk Jakarta.
Baca: SP JICT Dinilai Berhasil Terapkan Model Social Movement Union
Ahmad menyebut terjadi Konspirasi penjualan JICT dan Koja merugikan negara hingga trilyunan.
“Kita punya sejarah panjang dalam mengelola laut, kok sekarang kita tidak mengelola sendiri, kenapa lagi harus diserahkan asing?,” katanya.
Ahmad Arief Tarigan, Pendiri Swarnabhumi Institute menyebut saat ini gerakan pekerja pelabuhan Tanjung Priok menjadi nahkoda dalam penyelamatan aset pelabuhan nasional.
“Publik wajib mendukung. Secara pribadi, kawan-kawan gerakan mahasiwa Sumatera akan memback up apapun resikonya,” katanya.
Meilda Pandiangan, Aktivis Indonesia Muda Kanwil Sumatra-Aceh menyebut pemerintah saat ini gagal total dalam mengelola pelabuhan nasional.
Hal ini butuh reformasi menyeluruh agar negara hadir seutuhnya dalam pengelolaan pelabuhan nasional”
“Publik diharapkan dapat mendukung gerakan pengembalian aset bangsa JICT dan Koja sebagai representasi Gerbang Ekonomi nasional. Untuk Indonesia yang lebih baik,” katanya.
Pemutusan Hubungan Kerja