KPK Sebut Ada Segelintir Pihak Ubah Perda Tata Ruang Kota Bekasi untuk Pembangunan Meikarta
KPK perlu mendalami lebih jauh proses pembahasan tata ruang yang dibahas di DPRD Bekasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK mulai mengusut perizinan proyek Meikarta di Bekasi.
Lembaga antikorupsi itu mendalami dugaan pihak tertentu yang memiliki kepentingan mengubah peraturan agar perizinan proyek Meikarta bisa diterbitkan secara lengkap.
"Dalam kasus suap untuk perizinan Meikarta, KPK mulai masuk mendalami indikasi adanya pihak tertentu yang memiliki kepentingan mengubah aturan tata ruang di Kabupaten Bekasi agar proyek tersebut bisa diterbitkan perizinan secara menyeluruh," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Febri menerangkan, perubahan aturan itu bisa dilakukan dengan revisi.
"Perubahan aturan tersebut membutuhkan revisi Perda Kabupaten Bekasi," katanya.
Sebelumnya, KPK memeriksa anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sulaeman.
KPK mendalami soal pembahasan peraturan tata ruang Kabupaten Bekasi melalui Sulaeman.
KPK perlu mendalami lebih jauh proses pembahasan tata ruang yang dibahas di DPRD Bekasi.
Karena untuk wilayah yang sangat luas, pembangunan dan perizinan untuk wilayah yang sangat luas itu diduga perlu melakukan revisi perda terlebih dulu dan itu butuh otoritas atau kewenangan DPRD Bekasi.
Baca: Pengamat Imbau Tak Perlu Ada Saling Tuding Darimana Korupsi Itu Berasal
Menurut Febri, proses revisi Perda Tata Ruang itu belum pernah dilakukan.
Namun, proses pembangunan sudah dimulai dan perizinan sudah keluar.
KPK memang menemukan dugaan adanya penanggalan mundur atau backdate dalam perizinan Meikarta.
Atas temuan itu, KPK juga mendalami dugaan pembangunan Meikarta dimulai sebelum proses perizinan tuntas.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 9 orang tersangka, 4 di antaranya dari pihak Lippo Group selaku pihak penyuap yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai Lippo Group Henry Jasmen.