Pentingnya Sosialisasi Kondisi Negara Tujuan PMI
Ia kembali menegaskan agar pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) hanya dilakukan ke negara-negara yang sudah memiliki MoU
Editor: Content Writer
Anggota Komisi IX DPR RI Sumarjati Arjoso menekankan pentingnya sosialisasi tentang gambaran bagaimana situasi dan kondisi negara tujuan bekerja para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Pembekalan tersebut sifatnya wajib, termasuk pemahaman soal hak-hak mereka selama bekerja di sana, dan tindakan jika menemui masalah serta bagaimana hubungannya dengan kedutaan besar.
Menurutnya, pengenalan negara sebagai tujuan bekerja harus dilakukan sebelum PMI berangkat. Misalnya gambaran kalau di Arab Saudi seperti apa, Singapura, HongKong, Taiwan dan negara lain semuanya harus difahami.
Tata pemerintahannya, hukum yang berlaku, serta adat dan budaya masyarakat di sana.
Hal tersebut diungkapkan legislator Partai Gerindra ini di sela-sela Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi IX DPR RI dalam rangka Pengawasan dan Perlindungan PMI melalui Asuransi BPJS Ketenagakerjaan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat (23/11/2018).
“Bagaimana seandainya mereka tidak digaji, atau dari legal menjadi ilegal karena enggan memperpanjang kontrak. Hal semacam ini harus sudah diberitahu sejak mereka masih di Indonesia. Yang ilegal ini menjadi susah perlindungannya karena ketiadaan data di institusi resmi. Sebaiknya kita semua membenahi diri, dengan hanya mengirim PMI yang legal, kedua dikirim ke negara-negara yang sudah memiliki MoU, ketiga bekerja di bidang yang butuh keahlian atau keterampilan, seperti perawat misalnya,” paparnya.
Ia kembali menegaskan agar pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) hanya dilakukan ke negara-negara yang sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman dengan Indonesia.
Potensi timbulnya masalah ketenagakerjaan PMI di luar negeri yang tidak memiliki MoU lebih besar dan skema perlindungan menjadi sulit karena ketiadaan peraturan yang melindunginya.
Mantan Ketua BAKN DPR RI periode 2009-2014 itu menekankan kepada pemerintah maupun instansi pengirim PMI agar memastikan lebih dahulu apakah negara tujuan bekerja PMI sudah memiliki MoU dengan Indonesia atau belum.
Jika belum maka sudah seharusnya pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan instansi terkait mengupayakan MoU tersebut.
“Negara tempat PMI bekerja harus sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan PMI. Mesti diteliti dan dipastikan semua. Sehingga kalau kita mengirim PMI ke sana, dipergunakan dengan baik dan dilindungi hak-hak hukumnya,” tukas legislator dapil Jawa Tengah III ini.
Sumarjati menambahkan bahwa selama ini PMI yang bermasalah dan berhadapan dengan masalah hukum hingga kasus hukuman mati kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat jangan sampai memiliki warga yang di negara lain disia-siakan dan diperlakukan tidak adil secara hukum.
“Dari BNP2TKI dan APJATI saat pengiriman PMI harus ada pendataan dan sinkronisasi dengan instansi terkait. Termasuk bagaimana menggunakan Balai Latihan Kerja (BLK) milik Disnaker dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan pengerah tenaga kerja itu bisa dilakukan kerja sama untuk meningkatkan keterampilan agar para PMI ini siap untuk bekerja sebagai tenaga terlatih dan terampil, bukan jadi pembantu rumah tangga,” imbuhnya.
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 1976 ini mendorong perbaikan dilakukan terkait perlindungan PMI secara menyeluruh agar lebih optimal dan dirasakan para PMI.
Pekerja ilegal saat ini masih lebih banyak jumlahnya ketimbang yang legal (resmi). Termasuk kewajiban PMI masuk dalam pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.