Sekda Jawa Barat Dicecar KPK Soal Perda Tata Ruang Terkait Kasus Meikarta
Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar) Iwa Karniwa mengaku dicecar penyidik KPK soal Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang di Kabupaten Bekasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar) Iwa Karniwa mengaku dicecar penyidik KPK soal Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang di Kabupaten Bekasi.
Hal itu ia ungkapkan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta.
"Ya termasuk salah satu itu ya, itu kebetulan saya waktu itu bukan ketua BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah). Jadi nggak tahu. Sudah saya sampaikan itu juga tadi (ke penyidik)," ucap Iwa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2018).
Baca: Massa Penolak Acara Reuni Akbar 212 Menerobos Masuk Duduki Halaman Balai Kota DKI Jakarta
Pria berkaca mata tersebut juga mengaku dicecar soal revisi Perda Kabupaten Bekasi.
Namun, ia mengklaim tidak tahu-menahu soal proses revisi peraturan tata ruang.
"Ada ditanyakan, proses waktu itu saya bukan Ketua BKPRD. Saya tidak tahu kebetulan prosesnya tidak ikut," tutur Iwa.
Baca: MA Akan Evaluasi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Timur Terkait OTT KPK
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya mulai mendalami dugaan pihak tertentu yang memiliki kepentingan mengubah peraturan agar perizinan proyek Meikarta bisa diterbitkan secara lengkap.
"Dalam kasus suap untuk perizinan Meikarta, KPK mulai masuk mendalami indikasi adanya pihak tertentu yang memiliki kepentingan mengubah aturan tata ruang di Kabupaten Bekasi agar proyek tersebut bisa diterbitkan perizinan secara menyeluruh," ujar Febri.
Febri menerangkan, perubahan aturan itu bisa dilakukan dengan revisi.
"Perubahan aturan tersebut membutuhkan revisi Perda Kabupaten Bekasi," katanya.
Baca: PBNU: Reuni Akbar 212 Jangan Terjadi Politisasi Agama
Sebelumnya, KPK memeriksa anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sulaeman.
KPK mendalami soal pembahasan peraturan tata ruang Kabupaten Bekasi melalui Sulaeman.
KPK perlu mendalami lebih jauh proses pembahasan tata ruang yang dibahas di DPRD Bekasi.
Karena untuk wilayah yang sangat luas, pembangunan dan perizinan untuk wilayah yang sangat luas itu diduga perlu melakukan revisi perda terlebih dulu dan itu butuh otoritas atau kewenangan DPRD Bekasi.
Menurut Febri, proses revisi Perda Tata Ruang itu belum pernah dilakukan.
Namun, proses pembangunan sudah dimulai dan perizinan sudah keluar.
KPK memang menemukan dugaan adanya penanggalan mundur atau backdate dalam perizinan Meikarta.
Atas temuan itu, KPK juga mendalami dugaan pembangunan Meikarta dimulai sebelum proses perizinan tuntas.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 9 orang tersangka, 4 di antaranya dari pihak Lippo Group selaku pihak penyuap yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Adapun tersangka diduga sebagai penerima suapnya yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (NNY), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Bupati Bekasi dkk diduga menerima hadiah atau janji alias suap dari pengusaha terkait pengurusan sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Dari komitmen fee sejumlah Rp13 miliar untuk mengurus izin fase 1, sudah diberikan Rp7 miliar melalui sejumlah kepala dinas.
KPK menyangka Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap penerima yakni Neneng Hasanah Yasin dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kemudian Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adapun Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), merupakan salah satu megaproyek Lippo Group yang digarap anak perusahaan dari PT Lippo Cikarang Tbk PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU).
Adapun PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak perusahaan dari PT Lippo Karawaci Tbk.
Proyek terbesar nan prestisius dari Lippo Group ini investasinya sekitar Rp278 triliun.