Boni Hargens Menilai Reuni 212 adalah Gerakan Oposisi Politik
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai Reuni Akbar 212 yang akan digelar merupakan gerakan oposisi politik.
Penulis: Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai reuni akbar 212 yang akan digelar esok, Minggu (2/12/2018) merupakan gerakan oposisi politik.
Hal itu dapat dilihat dari sisi historis, waktu dan wacana atau narasi yang dibuat.
"Dari aspek sejarah, Gerakan 212 bermula dari kasus 'penistaan' yang dituduhkan pada mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang pada tahun 2016 sedang berkampanye politik melawan pasangan Anies-Sandi. Ahok ketika itu adalah pasangan terkuat dalam berbagai survei independen," ujar Boni dalam diskusi reuni 212: gerakan moral atau politik, di Gado-Gado Boplo Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (1/12/2018).
"Keadaan berbalik setelah Ahok menyebut ayat suci Al-Maidah. Inilah titik masuk bagi lawan politik untuk menyerang secara sistematis dan pada akhirnya Ahok kalah dalam pemilihan yang digelar awal 2017," imbuhnya.
Singkatnya, kata Boni Hargens, dari aspek historis, 212 adalah gerakan politik yang bercampur dengan gerakan moral.
Dari segi waktu, gerakan 212 semakin aktif menjelang pemilu 2019.
"Berdasarkan apa yang kami amati, menunjukkan bahwa Komunitas 212 memang telah menjadi gerakan kampanye politik yang tidak bisa lagi dianggap sebagai perjuangan moral murni, eskalasi gerakan yang seiring dengan momen kampanye politik yang semakin mendekati waktu pemilihan 2019 mensinyalir 212 sebagai gerakan oposisi yang bertujuan meraih kekuasaan," jelasnya.
Berikutnya, ucap Boni Hargens, narasi yang dibangun oleh elite PA 212, membangun propaganda di media sosial dan di media mainstream, merupakan narasi kekuasaan.
"Wacana yang diangkat pada umumnya adalah kritik dan serangan terhadap pemerintah dan institusi Negara yang saat ini bekerja," ujarnya.
"Gerakan 212 telah menjadi gerakan oposisi politik yang ingin memperjuangkan kekuasaan dan menghendaki pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada pilpres 2019. Dengan kata lain, Reuni 212 yang akan digelar esok merupakan murni oposisi politik untuk melawan pemerintahan saat ini," tandasnya.(*)
Baca: Panitia Sarankan Jokowi Tak Hadiri Reuni 212 Besok, Ini Alasannya
Baca: 6 Fakta Terbaru Reuni Akbar 212, Sandiaga Uno Berharap Momen Asian Games Terulang kembali