Boni Hargens: Reuni Akbar 212 Curi Start Kampanye Pilpres
Direktur Eksekutif LPI Boni Hargens menilai gerakan aksi Reuni Akbar 212 pada Minggu (2/12/2018) lalu tidak lagi menjadi gerakan moral.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai gerakan aksi Reuni Akbar 212 pada Minggu (2/12/2018) lalu tidak lagi menjadi gerakan moral.
Ia menduga itu sudah bergeser menjadi gerakan politik.
Alasannya dalam pelaksanaan acara reuni akbar 212 tersebut diisi dengan seruan-seruan bernada politik.
Baca: Fadli Zon Bela Dubes Arab untuk Indonesia Soal Cuitan Reuni Akbar 212
Hal itu disampaikan Boni saat menjadi pembicara dalam diskusi LPI bertajuk 'Reuni 212 Curl Start Kampanye, Bawaslu Harus Bangun dari Tidur' di Jakarta, Rabu (5/12/2018).
"Kami sudah sampaikan bahwa reuni 212 ini bukan lagi gerakan moral, tetapi gerakan politik yang memang bertujuan memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu," kata Boni.
Boni menyebut, nuansa politik sangat terlihat dengan kasat mata.
Terlebih, ia menyebut aksi Reuni akbar 212 itu sarat gerakan kampanye politik dari salah satu pendukung calon presiden.
Baca: Sekjen PPP: Harusnya Massa Reuni Akbar 212 Salurkan Aspirasinya ke DPR
Kata Boni terlihat bagaimana simbol kampanye berupa spanduk, lalu hadirnya calon presiden Prabowo Subianto, dan seruan ganti presiden bergema diacara tersebut.
"Lebih konkritnya, ada pemutaran lagu '2019 ganti presiden', telepidato Rizieq Sihab tentang 'tidak boleh memilih partai penista agama', orasi Tengku Zulkarnain yang mengkritisi kinerja Jokowi. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa kegiatan reuni 212 telah digeser dari gerakan moral menjadi gerakan kampanye," papar Boni.
Baca: Karding Sebut Terbitnya Aturan Soal Pengangkatan Honorer Jadi Bukti Jokowi Tetap Bekerja
Boni juga menyoroti bahwa gerakan reuni 212 sudah bagian dari melanggar kampanye, yakni mencuri start kampanye dalam bentuk rapat umum.
Ia merujuk dalam Pasal 276 Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kata Boni, kampanye dalam bentuk rapat umum baru dilaksanakan 21 hari menjelang hari tenang, yakni 24 Maret sampai 13 April 2019.
"Di acara itu ada kampanye 2019 ganti presiden, tidak boleh pilih partai penista agama, kritikan terhadap kinerja Jokowi yang semua itu masuk kampanye politik. Jadi, jelas ini curi start kampanye," jelas Boni.