JK Sebut Korupsi Marak Setelah Reformasi
JK menerangkan, baik DPR maupun DPRD, jika jaman dahulu hanya mengetok keputusan, kini ikut dalam proses pembahasan sejak awal.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut, korupsi meluas usai reformasi.
Sebab, ujarnya, terdapat beberapa perubahan kebijakan seperti desentralisasi, serta pelaksanaan daripada keseimbangan antara legislatif dan eksekutif, dan yudikatif juga.
"Kenapa korupsi dewasa ini begitu luasnya. Ini memang Terjadi setelah reformasi, karena desentralisasi, kalau zaman orde baru diputuskan di Pusat. Jadi korupsi banyak di pusat. Tapi sekarang yang memutuskan proyek di daerah, karena itu korupsi juga menjalar di daerah," kata JK saat menghadiri kegiatan di Holten Sultan, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2018).
JK menerangkan, baik DPR maupun DPRD, jika jaman dahulu hanya mengetok keputusan, kini ikut dalam proses pembahasan sejak awal.
"Kenapa DPR dan DRPD nya masalah dengan KPK? Karena juga DPR kalau jaman dulu sekedar ketok, sekarang harus berdebat dengan pemerintah. Akhirnya timbul suatu kekuatan di DPR dan kekuatan itu mjdi bagian dari DPR.
"Jadi ini korupsi antar pusat, kalau zaman dulu sebagian besar di pusat, (sekarang) pusat, daerah, DPR, legislatif itu akibat karena reformasi, perubahan sistem pemerintahan kita," sambung dia.
Salah satu contohnya, kata JK, kini tanda tangan seorang kepala daerah memiliki nilai cukup besar.
"Dulu izin tambang semuanya di pusat. Sekarang izin tambang di gubernur. Dulu sebelumnya di bupati. Jadi akhirnya banyak bupati yang kena," ungkap Jusuf Kalla.
Untul itu, ia berharap perlu banyak wilayah-wilayah yang memiliki instansi yang didalamnya memiliki unit kerja zona integritas Birokrasi Bersih dan Bebas Korupsi.
Baca: Cerita Wakil Ketua KPK Pernah Disebut ‘Kambing’ dalam Penyelesaian Kasus Penyerangan Kepada Novel
"Seperti saya katakan tadi orang korupsi ingin cepat. Daripada 2 bulan, 3 bulan,100 tahun baru keluar, ah lebih baik sekarang saja, harganya berapa. Itu yang menjadikan kita semua bahwa perlu adanya suatu integritas-integritas masing-masing (K/L)," ujar mantan Ketum Partai Golkar itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.