Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meningkat Tren Masyarakat yang Menilai Suap dan Gratifikasi Adalah Hal Wajar

Burhanuddin mengatakan angka 34 persen itu mengalami peningkatan dari tahun lalu.

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Meningkat Tren Masyarakat yang Menilai Suap dan Gratifikasi Adalah Hal Wajar
Rizal Bomantama/Tribunnews.com
Peneliti Senior LSI, Burhanuddin Muhtadi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat adanya peningkatan persepsi masyarakat yang menilai perilaku suap dan gratifikasi adalah wajar.

Hal tersebut tertangkap dari hasil survei yang dilakukan LSI pada 8-24 Oktober 2018 yang dirilis hari ini, Senin (10/12/2018) di Hotel Akmani, Jakarta Pusat.

Peneliti Senior LSI, Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa dari hasil survei yang diikuti 2 ribu responden itu, 34 persen mengatakan suap dan gratifikasi adalah hal yang wajar berbanding 63 persen yang menganggapnya hal salah atau tidak wajar.

Burhanuddin mengatakan angka 34 persen itu mengalami peningkatan dari tahun lalu.

“Pada tahun 2016 ada 30 persen masyarakat yang menganggap tindakan suap dan gratifikasi adalah hal wajar kemudian turun pada tahun 2017 dengan 26 persen, namun kembali meningkat menjadi 34 persen pada tahun ini,” ungkap Burhanuddin.

Sementara dari masyarakat yang menilai tindakan suap dan gratifikasi adalah tindakan salah mengalami penurunan dari 69 persen pada tahun lalu menjadi 63 persen dari tahun ini.

Baca: Peringati Hari HAM, Mahfud MD Ungkapkan Peran Agama dalam Menegakkan HAM Melalui Kisah Nabi Muhammad

Burhanuddin mengungkapkan meningkatnya persepsi itu tak lepas dari pengalaman masyarakat yang diminta atau memberikan secara sukarela suatu hadiah, uang, dan lain sebagainya saat berhubungan dengan pihak pemerintah untuk mempercepat pengurusan administrasi suatu proses birokrasi.

BERITA REKOMENDASI

“Dari 61 persen responden yang mengaku diminta uang atau hadiah ketika menerima pelayanan pemerintah mengatakan mau memberikan uang atau hadiah agar proses administrasinya berjalan cepat,” tegas Burhanuddin.

“Sementara 30 persen masyarakat yang memberikan secara sukarela uang atau hadiah atau pegawai pemerintah mengatakan hal itu dilakukan agar proses administrasi bisa berlangsung cepat, dan ada pula 29 persen lainnya yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan untuk memberi sedekah kepada pegawai pemerintah,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa fakta tersebut menunjukkan bahwa elit pemerintah dan politik di Indonesia belum sanggup memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.

“Karena data di atas menunjukkan bahwa semakin sering masyarakat diminta atau memberikan secara sukarela hadiah atau uang kepada pegawai pemerintah maka masyarakat akan semakin melihat itu sebagai hal yang wajar,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas