Yayasan Plan Internasional Indonesia Dorong Dana Desa Digunakan untuk Cegah Pernikahan Usia Anak
Dana desa untuk pencegahan pernikahan usia anak menurutnya bisa dialokasikan untuk membantu pendampingan advokasi
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajer Program Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) James Ballo mengatakan pihaknya siap mendukung agar sebagian dana desa bisa dialokasikan untuk program pencegahan pernikahan usia anak.
Dana desa untuk pencegahan pernikahan usia anak menurutnya bisa dialokasikan untuk membantu pendampingan advokasi bagi pihak-pihak yang menolak hal tersebut dengan alasan hak anak terutama bidang pendidikan masih harus dipenuhi orang tuanya.
“Selain sosialisasi, YPII dan KPAD (Komisi Perlindungan Anak Tingkat Daerah) bisa mendorong agar sebagian dana desa bisa dialokasikan untuk program-program perlindungan anak,” ujarnya ditemui di Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Hal itu menurut James akan mendukung kerja perlindungan anak di tiap desa karena ada dukungan finansial.
Apalagi akan lebih baik jika didukung lagi dengan pembentukan Peraturan Desa (Perdes) untuk mengatur perlindungan anak secara hukum.
“Kalau bicara dana desa berati bicara kue pembangunan kan, maksud kami agar orang-orang pemerintahan tidak melulu berpikir soal pembangunan infrastruktur saat bicara dana desa,” terangnya.
Baca: Orangtua Nilai Anak Mentas Kalau Sudah Menikah Picu Pernikahan Dini di Tuban
“Ada Perdes kemudian ada dana desa untuk perlindungan anak tentu menjamin kerja perlindungan anak disokong dari bidang hukum maupun secara keuangan,” imbuhnya.
James menceritakan bahwa sudah ada desa binaan YLPII di kawasan Jawa Tengah yang sudah memiliki Perdes walaupun belum mengalokasikan dana desa untuk program perlindungan anak.
“Setelah itu tantangannya adalah pernikahan usia anak bisa dipicu hadirnya orang dari desa sebelah yang belum mencanangkan Perdes, tapi setelah ada Perdes sepengalaman kami kemudian tak menemui lagi kasus pernikahan usia anak,” pungkasnya.
James mengakhiri wawancara bersama Tribunnews.com dengan mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pembuat undang-undang untuk merevisi usia batas pernikahan pada Pasal 7 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan akan mempertegas upaya pencegahan pernikahan usia anak di Indonesia.
Karena menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) menyatakan Angka pernikahan usia anak di Indonesia termasuk tinggi yaitu 27,6 persen dari sekitar 83,9 anak Indonesia atau sekitar 23 juta orang menikah di usia anak.
Angka itu tertinggi nomor tujuh di dunia dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.