KPK Periksa 3 Saksi untuk Kasus Suap Pengadaan Jasa di Perum Jasa Tirta II
"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS (Djoko Saputro)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK akan memeriksa tiga saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta (PJT) II tahun 2017.
Ketiga saksi tersebut antara lain, Sekretaris Pribadi Dirut Perum Jasa Tirta II Melsa Taruli Situmeang, Dirut Ops dan Pemegang Saham PT BMEC Fitriyani Musrotika, dan Staf PT BMEC Achmad Khaerudin.
Baca: KPK Panggil Staf Admin Eni Saragih Jadi Saksi Kasus PLTU Riau-1
"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS (Djoko Saputro)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (17/12/2018).
KPK menetapkan Dirut PJT II, Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi dari pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di PJT II tahun 2017.
Djoko Saputro selaku Dirut PJT II diduga dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menggunakan kewenangan atas jabatannya sehingga merugikan keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa tersebut.
Korupsi ini berawal setelah Djoko diangkat menjadi Dirut Perum Jasa Tirta II diduga memerintahkan merelokasi anggaran.
Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan strategi korporat yang awalnya Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
Adapun dana sebesar Rp9,55 miliar itu untuk dua kegiatan yakni perencanaan strategi korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000 serta perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipsasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp5.730.000.000.
Perubahan tersebut diduga tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Setelah diaudit, Djoko diduga memerintahkan pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Econonic Center (PT BMEC) dan PT 2001 Pangripta.
Adapun realisasi pembayaran untuk kedua proyek tersebut per 31 Desember 2017 sejumlah Rp5.564.413.800.
Rinciannya, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencaan strategis korporat dan proses bisnis Rp2.204.155.800.
Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
Lelang pengadaan pekerjaan ini pun diduga direkayasa dan formalitas dengan membuat penganggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.
Akibatnya negara mengalami kerugian keuangan setidak-tidaknya Rp3,6 miliar.
Baca: Hari Ini Penyidik KPK Periksa 6 Saksi Kasus Suap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra
Kerugian tersebut diduga keuntungan yang diterima AY (Andririni Yaktiningsasi) dari dua pekerjaan itu atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.
KPK menyangka Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.