Ketua Umum PPHI: Sebagai 'Gimmick Politik', Pernyataan Prabowo Sah Saja
Tengku Murphi Nusmir berpendapat, pernyataan Prabowo Subianto soal Indonesia yang bisa punah wajar saja sebagai gimmick politik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Dr Tengku Murphi Nusmir berpendapat, pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto soal Indonesia yang bisa punah adalah wajar saja sebagai gimmick politik.
“Ada makna di balik makna yang tersirat di dalamnya, terutama sebagai early warning (peringatan dini) bagi bangsa ini. Jadi, jangan diartikan zakelijk (bahasa Belanda yang artinya kaku atau apa adanya),” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Dari kacamata komunikasi politik, kata Murphi, pernyataan Prabowo itu adalah gimmick politik untuk meraih simpati publik, terutama calon pemilih, dan juga negara lain seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok dan Australia, sehingga sebagai capres penantang petahana Presiden Joko Widodo, hal itu sah saja ia lakukan demi mendongkrak elektabilitasnya.
“Politik tanpa gimmickkurang menarik,” cetus mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini, sehingga sebagai praktisi hukum ia pun concern terhadap politik.
“Gimmick” atau gimik dalam bahasa Indonesia berarti gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran. Dalam bahasa Inggris, gimmick adalah alat tipu muslihat.
Baca: Prabowo Kalah, Indonesia Punah?
Dalam dunia marketing, gimmick adalah salah satu strategi pemasaran suatu produk dengan menggunakan cara-cara yang tidak biasa agar cepat dikenal. Gimmick juga dapat merujuk pada fitur produk yang membuatnya lebih menarik, tetapi tidak penting untuk fungsi produk.
"Kalau kita kalah negara ini bisa punah, karena elite Indonesia selalu gagal menjalankan amanah dari rakyat. Sudah terlalu lama mereka memberi arah keliru, sistem yang salah," kata Prabowo yang juga calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019 saat menyampaikan pidato dalam Konferensi Nasional Partai Gerindra di Bogor, Jawa Barat, Senin (17/12/2018), seperti dikutip banyak media.
Maret lalu, Prabowo juga menyampaikan hal senada yang didasarkan atas buku Ghost Fleet: a Novel of The Next World War (2015) karya pengamat politik dan kebijakan ternama asal AS, Peter Warren Singer dan August Cole.
“Di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030," kata Prabowo.
Lebih dari itu, kata Murphi, statamen Prabowo tersebut merupakan early warning agar bangsa Indonesia selalu waspada, jangan sampai mengalami keruntuhan seperti Uni Sovyet dan Yugoslavia gara-gara salah mengelola negara.
“Salah satu indikator salah urus negara adalah banyaknya utang. Kalau suatu negara banyak utang, maka akan bergantung kepada negara asing. Nah, asing ini yang secara ekonomi maupun politik bakal menguasai Indonesia. Itulah yang dimaksud dengan Indonesia punah atau bubar, yakni sudah tidak adanya lagi kedaulatan politik dan ekonomi yang dimiliki bangsa Indonesia,” jelasnya.
“Dari sisi wilayah maupun penduduk, Indonesia memang tidak punah, tapi dari sisi kedaulatan, Indonesia sudah tidak punya. Jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dua kali, yakni pada 17 Agustus 1945 dan entah kapan lagi ketika bangsa ini harus mengusir kekuatan asing yang mencengkeram Indonesia,” lanjutnya sambil mengutip data Bank Indonesia bahwa jumlah utang luar negeri Indonesia hingga akhir September 2018 mencapai US$ 359,8 miliar atau Rp 5.371 triliun.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, kata Murphi, juga sudah meramalkan hal yang sama dengan Prabowo, bahkan menurut Gatot, Indonesia bisa bubar sebelum 2030 apabila kepastian hukum makin lemah, krisis ekonomi dan sosial makin mengancam, kesenjangan makin terbuka, sumber daya alam banyak dikuasai asing, dan lemahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
“Prabowo dan Gatot itu jenderal lho, yang punya jiwa Sapta Marga, sehingga statemen mereka tak mungkin sembarangan. Kalau mau data akurat soal ancaman yang dihadapi Indonesia, bertanyalah ke TNI,” tukasnya.
Bung Karno, tambah Murphi, jauh-jauh hari juga sudah meramalkan adanya neokolonialisme (nekolim) atau penjajahan gaya baru, sehingga apa yang disampaikan Prabowo dan Gatot itu tak mengejutkan.
“Kita saja yang kadang-kadang negative thinking. Tapi wajarlah, ini ‘kan tahun politik? Hanya saja, kita minta sudahi perdebatan yang kontraproduktif ini. Mari bersama-sama membangun bangsa ini, salah satunya dengan possitive thinking, termasuk para akademisi harus tetap menjaga akal sehat dan independensinya,” tandas Murphi.