Staf Eni Cerita Empat Kali Terima Uang dari Sekretaris Kotjo dalam Amplop, Hingga Plastik Hitam
Tahta mengaku baru mengetahui tentengan itu berisi uang Rp 2 miliar. Uang tersebut diserahkan kepada Eni di rumah Eni pada hari yang sama.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Ahli Eni Maulani Saragih, Tahta Maharaya hadir menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/12/2018) untuk terdakwa Eni di perkara dugaan suap dan gratifikasi.
Di persidangan, Tahta mengaku pernah menerima uang dari Ratna, Sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo sebanyak empat kali di Graha BIP, Gatot Subroto. Seluruh penerimaan itu langsung diserahkan Tahta ke Eni.
"Untuk yang pertama di akhir 2017. Dia (Ratna) menyerahkan amplop ke saya," kata Tahta di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Tahta mengaku tidak tahu isi amplop berwarna putih itu, dia hanya diminta menandatangani tanda terima.
Sementara isi amplop baru diketahui Tahta saat penyidikan di KPK, yang ternyata isinya cek dengan nominal Rp 2 miliar.
Kembali Tahta diperintah Eni pada Maret 2018 untuk menemui sekretaris Kotjo. Dalam pertemuan kedua, Tahta menerima dua plastik hitam. Ia tidak tahu isi plastik itu. Kantung tersebut lanjut ditenteng oleh Tahta.
Setelah penyidikan, Tahta mengaku baru mengetahui tentengan itu berisi uang Rp 2 miliar. Uang tersebut diserahkan kepada Eni di rumah Eni pada hari yang sama.
Penerimaan ketiga berlangsung pada 8 Juni 2018. Saat itu, Eni kembali menyuruh Tahta kembali bertemu Ratna. Dalam pertemuan tersebut, Ratna menyerahkan tas paper bag warna cokelat.
"Saya tidak hahu isi Paper bag karena sudah dibungkus rapi. Bungkusan itu langsung saya serahkan juga ke Bu Eni. Di penyidikan jumlahnya Rp 250 juta," ungkap Tahta.
Penerimaan terakhir terjadi 13 Juli 2018 sewaktu penangkapan melalui operasi senyap oleh KPK. Sebelum penangkapan, Ratna menyerahkan amplop. Dia menyampaikan isinya ada Rp 100, Rp 200 dan Rp 200 dengan total Rp 500 juta.
Diketahui sebelumnya, Eni didakwa menerima suap Rp 4,7 miliar dari pemegang saham Blackgols Natural Resources Ltd, Johanes Kotjo. Uang diduga diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Proyek rencananya akan dikerjakan oleh PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgols Natural Resources dan China Huadian Engineering Company yang dibawa kotjo.
Selain Suap, Eni juga didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah Direktur Perusahaan di bidang minyak dan gas.
Hampir semua uang suap serta gratifikasi yang diterima Eni dialirkan untuk kepentingan sang suami, M Al Khadziq yang mengikuti pemilihan Bupati Kabupaten Temanggung tahun 2018.