Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dituding Langgar UU Pemilu, Kubu OSO Minta Ketua KPU Arief Budiman Diproses Hukum

Penasihat hukum OSO menilai KPU RI telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Dituding Langgar UU Pemilu, Kubu OSO Minta Ketua KPU Arief Budiman Diproses Hukum
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua KPU Arief Budiman 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) mengajukan laporan ke Bawaslu RI soal tidak dicantumkannya OSO di Daftar Calon Tetap (DCT) DPD RI Periode 2019-2024. Laporan pertama terkait dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan laporan kedua terkait pelanggaran pidana pemilu oleh Ketua KPU Arief Budiman.

Untuk pelanggaran administrasi pemilu oleh Ketua KPU ini, Bawaslu RI sudah menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut ke sidang pemeriksaan. Sehingga, lembaga pengawas pemilu itu menindaklanjuti laporan langsung ke pokok perkara.

Untuk pelanggaran pidana pemilu, kubu OSO melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman, ke Bawaslu dan akan diproses di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu), karena pimpinan lembaga penyelenggara pemilu itu tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang meminta KPU RI mencantumkan OSO di DCT DPD RI.

Herman Kadir, penasihat hukum OSO menilai KPU RI telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Kami laporkan Arief Budiman ke Gakkumdu, karena kami melihat dia melanggar Pasal 518 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, di mana KPU tidak mau melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu,” kata dia, ditemui di kantor KPU RI, Kamis (27/12/2018).

Menurut dia, secara diam-diam, KPU sudah mengeluarkan surat keputusan DCT baru berdasarkan SK KPU No. 1734/2018 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU No.1130/2018 tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019. SK tersebut dinilai berstatus cacat demi hukum. Pasalnya, SK KPU No.1130/2018 telah dibatalkan oleh PTUN pada 14 November 2018.

Berita Rekomendasi

“Ini secara diam-diam, dikeluarkan 8 November. Sementara putusan PTUN keluar 14 November. Jadi, secara tidak langsung KPU telah menghina peradilan TUN. Telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi proses pembatalan surat nomor 1130 sedang berlangsung, tetapi dia mengeluarkan surat putusan baru, ini ada unsur pidananya,” kata dia.

Baca: Warga Kediri Dihebohkan Temuan Ratusan Buku Beraliran Kiri di Dua Toko Buku di Pare

Sampai saat ini, kata dia, pihaknya baru melaporkan Ketua KPU, Arief Budiman. Arief dinilai bertanggungjawab karena yang menandatangani SK KPU No. 1734/2018 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU No.1130/2018 tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 . Sedangkan, untuk komisioner lainnya, pihaknya belum menemukan bukti.

Baca: Tangis Keluarga Pemulung Ini Pecah Setelah Fajar Ditemukan Tewas Tenggelam di Sungai Kalimalang

Untuk laporan pelanggaran pidana pemilu, kata dia, pihaknya harus melengkapi laporan dengan cara menambahkan saksi dan barang bukti tambahan. Sampai saat ini, pihaknya masih mencari saksi yang dapat diajukan memberikan keterangan seputar laporan ini.

Baca: Cerita Mencekam Warga Sebesi yang Terkurung Debu Gunung Anak Krakatau

“Kami nanti mendatangkan dua sampai tiga orang ahli pidana pemilu dan administrasi negara untuk menguatkan bukti,” kata dia.

Nantinya, dia menjelaskan, laporan ini akan ditangani Sentra Gakkumdu yang terdiri dari unsur Bawaslu RI, Polri, dan Kejaksaan. Dia menegaskan, proses di Sentra Gakkumdu berbeda dengan upaya pelaporan yang dilakukan ke Bareskrim Polri.

Sebanyak 34 anggota Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Partai Hanura yang diwakili Ketuanya, Muhammad Sangaji melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari  ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/1649/XII/2018/BARESKRIM. 

Arief dan Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar. Hal ini, karena mereka tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO, sebagai anggota DPD.

“Kalau yang ke Polri itu Partai Hanura yang melapor. Kami tidak tahu pasal apa yang digunakan. Tetapi, kami di sini sebagai tim hukum pribadi OSO fokus ke tindak pidana pemilu,” tuturnya.

Dia mengharapkan supaya Sentra Gakkumdu memproses laporan itu. “Saya harapkan unsur pidananya masuk. Saya minta ketua KPU ditahan,” tambahnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas