KPK Tetapkan Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Sebagai Tersangka Kasus Suap Bakamla
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief (ESY) sebagai tersangka.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief (ESY) sebagai tersangka.
Ia terjerat kasus terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia.
Baca: Material Gunung Anak Krakatau Berupa Kerikil Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu
"Setelah melakukan proses pengumpulan informasi, data dan mencermati fakta persidangan, KPK membuka penyelidikan baru dalam kasus tersebut. KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan lagi seorang sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018).
Baca: Titi DJ Akui Pesonanya Selalu Kalah dengan Ayu Ting Ting, Ivan Gunawan: Iyalah Main Dukun
Febri mengatakan, Erwin diduga secara bersama-sama atau membantu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan Proses Pembahasan dan Pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.
Baca: Prabowo-Sandi akan Sampaikan Visi-Misi Secara Khusus Sebelum Debat Capres-Cawapres
Lanjut Febri, tim penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, barang elektronik, dan fakta persidangan bahwa Erwin diduga membantu Fahmi Darmawansah selaku Direktur PT Merial Esa memberikan suap kepada Fayakhun Andriadi selaku Anggota Komisi l DPR RI periode 2014-2019.
Fahmi Darmawansah serta Fayakhun Andriadi merupakan terpidana dalam perkara ini.
"ESY diduga bertindak sebagai perantara antara Fahmi dan Fayakhun dengan mengirimkan rekening yang digunakan untuk menerima suap, dan mengirimkan bukti transfer dari Fahmi ke Fayakhun," ujar Febri.
Baca: Kaki Zaenal Bergetar Hingga Tak Bisa Berkata Saat Temukan Jenazah Deva yang Hilang Tersapu Tsunami
"Jumlah uang suap yang diduga diterima Fayakhun Andriadi dari Fahmi adalah sebesar USD911.480 (setara sekitar Rp12 miliar), yang dikirim secara bertahap sebanyak 4 kali melalui rekening di Singapura dan Guangzhou China," tambahnya.
Uang suap tersebut diduga diberikan sebagai fee atas penambahan anggaran untuk Bakamla RI pada APBN-P 2016 sebesar Rp1,5 triliun. Peran Fayakhun adalah mengawal agar pengusulan APBN-P Bakamla RI disetujui oleh DPR RI.
"Diduga kepentingan ESY membantu adalah apabila dana APBN-P 2016 untuk Bakamla RI disetujui, maka akan ada yang dianggarkan untuk pengadaan Satelit Monitoring (Satmon) yang akan dibeli dari PT Rohde & Schwarz Indonesia di mana ESV adalah Managing Director," kata Febri.
Atas perbuatannya tersebut, ESY disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.