Dinasti Politik Mulai Redup
Hal ini tergambar dari hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018 yang berlangsung di 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Rachmat Hidayat
Lalu, pasangan calon Gubernur-calon wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalilah, pasangan calon Gubernur-calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Karolin Margaret Natasa-Suryadman Gidot.
Pasangan calon Gubernur-calon wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar, dan pasangan calon Gubernur-calon Wakil Gubernur Maluku Utara, Muhammad Kasuba-Madjid Husen.
Dari tujuh pasangan cagub-cawagub yang memiliki hubungan kekerabatan atau keluarga dengan pemerintah, hanya ada satu saja pemenang. Pasangan calon Gubernur-calon wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalilah berhasil unggul atas kandidat lainnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB merekapitulasi hasil suara menunjukkan pasangan Zul-Rohmi meraih 811.945 suara, disusul pasangan calon H Moh Suhaili FT-H Muhammad Amin atau Suhaili-Amin yang meraih 674.602 suara.
Kemudian pasangan H Ahyar Abduh-H Mori Hanafi atau Ahyar-Mori dengan 637.048 suara dan diposisi terakhir di duduki pasangan H Ali Bin Dahlan-TGH Lalu Gde Sakti Amir Murni atau Ali-Sakti yang meraih 430.007 suara. Jumlah suara tidak sah sebanyak 84.361 dan jumlah suara secara keseluruhan mencapai 2.637.963.
Jika, menarik garis kekerabatan, maka pasangan yang diusung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat itu mempunyai hubungan dengan Zainul Majdi, Gubernur NTB 2008-2018 (adik Sitti Rohmi Djalilah), Khaerul Rizal, Ketua DPRD Lombok Timur (suami Sitti Rohmi Djalillah), dan Syamsul Luthfi, anggota DPR RI (adik Sitti Rohmi Djalilah).
Sedangkan, kegagalan Ichsan Yasin Limpo memenangkan Pilgub Sulsel menjadi contoh bagaimana hegemoni dinasti politik sudah mulai runtuh. Dia gagal meneruskan tongkat estafet kepemimpinan dari Syahrul Yasin Limpo yang telah memimpin provinsi tersebut selama dua periode masa jabatan. Ichsan hanya menempati urutan ketiga, setelah memperoleh 19,30 dari total suara.
Melihat fenomena ini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pemilih mulai melek politik. Dia menjelaskan, para pemilih mulai memahami manfaat dari pilkada langsung. Hal ini membuat pemilih lebih objektif dalam menentukan pilihan.“Pemilih mulai melek politik. Sadar bahwa hak yang ada pada mereka,” tambahnya.
Jalur Legislatif
Indonesia menggelar pemilihan umum (pemilu) 2019. Pada tahun depan, untuk pertama kali, negara ini menggelar secara bersamaan pemungutan suara pileg dan pilpres, yakni pada 17 April 2019.
Sorotan mengarah pada persaingan antara pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin menghadapi pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Baca: Dua Anak Soeharto Mulai Tampil di Panggung Politik, Sinyal Kebangkitan Dinasti Soeharto?
Peperangan’ antara calon anggota legislatif juga tak boleh luput dari perhatian. Mengingat, muncul caleg dari berbagai latar belakang mulai dari figur publik, mantan kepala daerah, hingga kandidat yang berasal dari dinasti politik. Untuk caleg DPR RI, KPU RI menetapkan sebanyak 575 kursi dari 80 daerah pemilihan yang tersebar di 34 provinsi.
Ketua KPU RI, Arief Budiman, memberikan kesempatan kepada semua orang yang memenuhi syarat pendaftaran untuk mendaftarkan sebagai caleg. Pihak lembaga penyelenggara pemilu itu tidak melarang caleg dari dinasti politik. Sebab, ini tidak diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) atau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.“Kami tidak mengharuskan mereka menulis keluarga siapa, maju dengan siapa saja,” kata Arief.