Korban Tsunami: Alhamdulillah, Baru Hari Ini Saya Lihat Matahari
Suasana begitu haru di atas KRI Torani 860 saat melakukan evakuasi di Pulau Sebuku, Lampung Selatan, Jumat (28/12/2018) malam.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Suasana begitu haru di atas KRI Torani 860 saat melakukan evakuasi di Pulau Sebuku, Lampung Selatan, Jumat (28/12/2018) malam.
Puluhan orang yang masih bertahan di lokasi yang hanya berjarak 20 kilometer dari Gunung Anak Krakatau itu bergantian masuk ke dalam buritan kapal.
"Satu-satu dibantu. Jangan rebutan. Semuanya pasti masuk," teriak Mayor Laut Agus Daryanto memimpin proses evakuasi di atas kapalnya.
Isak tangis mulai terdengar dari anak kecil yang menunggu ibunya naik ke atas pagar kapal.
Seorang pria paruh baya, Hamzah, sempat mengucapkan syukur atas kedatangan KRI Torani. Dia sudah hampir putus asa karena harus keluar dari pengungsian yang ada di gunung.
"Alhamdulillah, baru hari ini saya lihat matahari. Selama ini saya di gunung hujan terus," suara seraknya terdengar.
Baca: Terciduk Bermesraan dengan Irwan Mussry di Belakang Ayahnya, Maia Estianty: Begini Kalau Jatuh Cinta
Baca: Dihadapan Sang Ibu Gempita Sebut Lebih Sayang Gading Marteen, Begini Tanggapan Gisella Anastasia
Baca: Rumor Transfer Persib Bandung: Kode Hati Biru Pemain Asal Brasil hingga Kembalinya Kakak Beckham
Baca: Kisah Pilu Pemain Timnas U-13 yang Keluarganya Jadi Korban Tsunami Lampung dan Banten
Masih menyelempangkan sarung di badannya, Hamzah menghisap dalam tembakaunya dan mengepulkan asap putih dari bibirnya.
"Demi Allah, saya tidak mau lagi seperti ini. Semoga ini yang terakhir," kata dia lagi.
Selama enam hari sejak kejadian Tsunami, ia bersama keluarganya harus tinggal bersesakan di tenda pengungsian yang berdiri seadanya.
Tidak ada bidan dan dokter yang datang ke Pulau Sebuku, membuat ia memaksakan diri untuk keluar dari pulau karena anaknya terus menderita sakit panas.
"Saya harus keluar dari gunung. Saya lihat anak saya sudah sakit terus. Semuanya dingin, hujan tidak pernah berhenti sejak Tsunami," ungkap dia menghempaskan asap tembakau terakhir yang dihisapnya.
Dia terus bercerita, bahwa rumahnya sebagian besar hancur di terjang Tsunami. Saat itu, ia sedang berbincang dengan tiga rekan lainnya di Dermaga Bangkai Pulau Sebuku. Tidak ada tanda, tidak ada peringatan, ombak besar mulai terlihat di kejauhan. Semua panik. Ia membangunkan istrinya yang sudah terlelap.
"Saya kasihan sama anak-anak. Malam itu, semuanya nangis. Semua teriak-teriak. Kami lari sampai 1,5 kilometer ke atas gunung," tuturnya.
Baca: Terdampak Tsunami, Mendagri Minta Gubernur Banten Cek Persiapan Pemilu