KPK Periksa Asisten Pribadi Menpora Terkait Kasus Suap Dana Hibah KONI
Selain Miftahul, KPK turut memeriksa 2 orang lainnya untuk Ending. Mereka yaitu 2 Staf Bagian Perencanaan KONI bernama Twisyono dan Suradi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memeriksa Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum terkait kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EFH (Ending Fuad Hamidy)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (3/1/2019).
Selain Miftahul, KPK turut memeriksa 2 orang lainnya untuk Ending.
Mereka yaitu 2 Staf Bagian Perencanaan KONI bernama Twisyono dan Suradi.
Baca: KPK Pastikan Periksa Menpora Imam Nahrawi
Sebelumnya, Miftahul sempat datang ke KPK sesaat setelah giat operasi tangkap tangan (OTT) selesai pada Rabu (19/12/2018).
Ia berinisiatif datang sendiri ke gedung lembaga antikorupsi meskipun KPK sempat mencarinya.
Pemeriksaan terhadap Miftahul waktu itu, ialah untuk mendalami sejauh mana saksi mengetahui proses pengajuan proposal permintaan bantuan dana hibah dari KONI kepada Kemenpora.
Selain itu, apakah saksi juga mengetahui soal permintaan dari pihak KONI dan bagaimana mekanisme hibah di Kemenpora.
Diketahui, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
Kelima tersangka itu, yakni Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kempora Adhi Purnomo; staf Kemenpora Eko Triyanto; Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Jhonny E Awuy.
Dana hibah yang dialokasikan Kemenpora untuk KONI sebesar Rp17,9 miliar.
Di tahap awal, KONI mengajukan proposal untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Diduga, pengajuan dan penyaluran dana hibah itu hanya akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.
Hal ini lantaran sebelum proposal diajukan, sudah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar Rp3,4 miliar atau 19,13 persen dari total dana hibah yang disalurkan.
Terkait pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut, Adhi Purnomo, Eko Triyanto dan kawan-kawan diduga telah menerima uang suap setidaknya sebesar Rp318 juta dari pejabat KONI.
Sementara, Mulyana diduga telah menerima suap berupa kartu ATM yang di dalamnya berisi saldo Rp100 juta terkait penyaluran dana hibah ini.
Tak hanya itu, sebelumnya, Mulyana diduga telah menerima pemberian lainnya.
Pada Juni 2018, Mulyana menerima uang Rp300 juta dari Jhonny dan satu unit smartphone Galaxy Note 9 pada September 2018.
Bahkan, Mulyana diduga telah menerima satu unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Mulyana yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adhi, Eko dan kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk Ending dan Jhonny yang menyandang status tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.