TKN Minta Andi Arief dan Djoko Santoso Diperiksa Terkait Hoaks Surat Suara Tercoblos
Kedatangan mereka adalah untuk melaporkan kejadian penyebaran isu bohong adanya 7 kontainer berisi 70 juta surat suara yang sudah dicoblos.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Hukum TKN (Tim Kampanye Nasional) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ade Irfan Pulungan beserta jajaran menyambangi kantor Bareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) Polri di Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis (3/1/2019) sore.
Kedatangan mereka adalah untuk melaporkan kejadian penyebaran isu bohong adanya 7 kontainer berisi 70 juta surat suara yang sudah dicoblos.
Irfan mengatakan pihaknya melampirkan sejumlah bukti seperti ‘screen capture’ tulisan politikus Partai Demokrat Andi Arief di media sosial Twitter serta tiga buah rekaman yang berisi suara dari tiga orang berbeda yang menyatakan ada tujuh kontainer tersebut.
Irfan menegaskan pihaknya yang disebut-sebut dalam bukti yang mereka bawa yakni Andi Arief, Djoko Santoso, dan unsur Partai Gerindra untuk diperiksa agar segera diketahui dalang penyebaran isu bohong tersebut.
Baca: Tanggapan Berbagai Pihak Terkait Hoaks 7 Kontainer Surat Suara Dicoblos, Jokowi Angkat Bicara
Dalam rekaman yang diperdengarkan oleh Irfan, nama Ketua BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso serta nama Partai Gerindra disebut-sebut.
“Yang kami minta ke Bareskrim adalah agar institusi dan nama-nama yang disebut dalam rekaman untuk segera diperiksa supaya segera diketahui petunjuk siapa yang menjadi dalang atas kejadian ini, karena setelah dikonfirmasi informasi adanya 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos itu ternyata bohong,” ungkap Irfan sambil memperdengarkan bukti rekaman yang ia bawa.
“Kami juga meminta agar Bareskrim Polri bisa segera menangkap orang-orang yang berbicara dalam rekaman itu,” imbuhnya.
Khusus untuk Andi Arief, Irfan Pulungan meminta kepolisian untuk mengecek percakapan grup-grup dalam media sosial Whatsapp yang disebutnya di media sosial Twitter.
“Dia kan mengatakan mendapat dari grup WhatsApp, saya minta kepolisian menyelidikinya karena bisa menjadi petunjuk siapa yang menyebarkan pertama dan siapa yang menjadi dalang, kami yakin kepolisian punya alat canggih dan bisa mendeteksinya,” tegas Irfan.
Irfan kemudian menyebut dalang dari penyebaran berita bohong itu bisa dijerat Pasal 517 UU no 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 14 juncto Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.