Hindari Mafia Bola, Kemenpora Sarankan Anggota Federasi Tak Punya Saham Kepemilikan Klub
Gatot berpendapat, jika memang persepakbolaan Indonesia mau terbebas dari mafia bola khususnya pengaturan skor, maka patuhilah Pasal 18 ayat 2 Statut
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
![Hindari Mafia Bola, Kemenpora Sarankan Anggota Federasi Tak Punya Saham Kepemilikan Klub](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/gatot-dewa-broto-nih5.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S Dewa Broto menyarankan anggota federasi sepak bola melepas saham kepemilikan klub.
Hal itu guna mencegah potensi adanya kecurangan pengaturan skor.
Apalagi FIFA, kata dia, sebetulnya sudah mengingatkan dalam Pasal 18 ayat 2 Statuta FIFA soal pemilik klub yang menjadi pengurus federasi sepak bola.
"Ini kan harusnya bersih, yang namanya duduk di federasi dia enggak boleh ada ownership berapapun persennya. Jadi salah satu potensi pengaturan skor di beberapa negara di Asia itu umumnya adalah karena ada kepemilikan klub yang ada di federasi," ucap Gatot saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).
Sehingga, jika pemilik klub yang juga menjabat sebagai anggota federasi akan mudah untuk kemudian mengatur jadwal, skoring, dan lain sebagainya.
Baca: Terungkap Nama Kekasih Brigpol Dewi yang Sebar Foto dan Video Pornonya: Gunakan Ponsel Warisan
Oleh karena itu, Gatot berpendapat, jika memang persepakbolaan Indonesia mau terbebas dari mafia bola khususnya pengaturan skor, maka patuhilah Pasal 18 ayat 2 Statuta FIFA.
"Kalau patuh, minimal mengurangi dugaan potensi match fixing (pengaturan skor)," imbau Gatot.
Baca: KPU Gelar Rapat Jelang Pencetakan Surat Suara
Untuk menyikapi permainan seperti itu, ungkap Gatot, Kemenpora tidak bisa mengambil langkah jauh. Karena sesuai Pasal 13, 14, dan 17 Statuta FIFA, terangnya, ada larangan campur tangan atau intervensi.
"Oh kami enggak bisa, karena kalau kami nanti mengingatkan kena offside lagi Pasal 13, 14, dan 17 Statuta FIFA. Isinya adalah larangan campur tangan atau intervensi," terang Gatot.
Diketahui, virus sepakbola bernama pengaturan skor, atau dikenal dengan istilah match fixing kembali mencuat di penghujung 2018.
Pemantik pertama adalah kabar dari laga PSS Sleman kontra Madura FC, di babak playoff Liga 2, atau tepatnya di babak 8 besar.
Kabarnya, Madura FC akan disuap dengan dana sebesar Rp100 juta agar mau mengalah dari PSS.
Bahkan skandal pengaturan skor pun, dalam beberapa tahun sebelumnya, juga melanda tim nasional Indonesia di kompetisi tingkat Asia Tenggara.
Aroma rekayasa skor terendus setelah Timnas Indonesia kalah telak 0-3 dari Malaysia dalam laga leg 1 final Piala AFF 2010.
Sejumlah pemain disebut-sebut menerima uang suap agar tampil tak maksimal dalam laga prestisius itu, padahal mereka sangat diidolakan banyak pecinta sepak bola di Tanah Air.
Manajer timnas saat itu juga dicurigai, dan tentu saja mereka semua membantah terlibat sehingga perdebatan kontroversi pengaturan skor pun terus berlanjut.
Lalu, kembali mencuatnya kasus pengaturan skor membuat Polri mengambil tindakan, dengan membentuk Satgas Anti Mafia Bola yang dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Hasilnya, dua anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Johar Lin Eng dan Dwi Irianto alias Mbah Putih, berhasil diamankan oleh Satgas Anti Mafia Bola.