Wanda Hamidah: Perjuangan Reformasi Harus Dilanjutkan dengan Restorasi
Wanda Hamidah, mengatakan meskipun reformasi sudah berlalu hampir 21 tahun sejak runtuhnya Orde Baru, perjuangan harus dilanjutkan dengan restorasi.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Anggota DPR RI Dapil Jakarta Timur Nomor Urut 2 dari Partai NasDem, Wanda Hamidah, mengatakan meskipun reformasi sudah berlalu hampir 21 tahun sejak runtuhnya Orde Baru, perjuangan harus dilanjutkan dengan restorasi.
Menurutnya banyak pekerjaaan rumah yang harus diselesaikan bangsa Indonesia.
"Perjuangan tidak terhenti saat Soeharto turun. Jadi harus di lanjutkan dengan restorasi. Dari perubahan struktur politik harus diikuti dengan perjuangan kultur politik yang lebih baik," ujar Wanda Hamidah saat bincang-bincang di Kantor DPP NasDem, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).
Baca: Dua Pencuri Mobil di Purwakarta Terkapar Ditembak Polisi
Menurutnya secara konseptual agenda restorasi sudah sesuai dengan aspirasi mahasiswa yang menumbangkan rezim Soeharto pada 1998 silam.
Namun, tetap perjuangan harus terus dijalankan.
Apalagi, saat ini demokrasi Indonesia masih diperburuk dengan adanya money politic (politik uang).
Sehingga, kata dia, ini harus dilawan dengan memberikan pendidikan politik yang baik dan paripurna kepada masyarakat.
Dengan begitu masyarakat akan lebih sadar dengan nilai-nilai demokrasi.
Baca: Reaksi Tokoh Politik Pasca Tertangkapnya Bagus Bawana Putra, Penyebar Hoaks 7 Kontainer Surat Suara
"Politik uang menghalangi demokrasi. Politisi tidak boleh melakukan politik uang, masyarakat juga jangan tertarik dengan pemberian uang. Jadi kalau kita ingin pemimpin yang baik, harus dihindari itu," katanya.
Selain politik uang, kata Wanda, saat ini yang menghalangi demokrasi di Indonesia adalah politik identitas.
Baca: Daftar Resmi 18 Pemain Madura United di Liga 1 Musim 2019
Padahal, isu Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) ini sudah bertahun-tahun tidak pernah terjadi tapi kini muncul lantaran dimainkan oleh segelintir orang hanya untuk kepentingan politik.
"Isu SARA baik agama, suku muncul untuk kepentingan politik. Masalahnya ini juga mengatasnamakan demokrasi," katanya.