Bela Aset Nasional dan Keadilan Pekerja, SP JICT Aksi Depan Istana Negara
SP JICT bersama pekerja peabuhan nasional meminta Presiden harus segera menindaklanjuti kasus-kasus korupsi pelabuhan nasional
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) dan pekerja pelabuhan Indonesia adakan aksi lanjutan Gerakan Pengembalian Aset Bangsa JICT dan Keadilan Bagi Pekerja.
Kali ini aksi lanjutan dilakukan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Dalam aksi tersebut, pekerja masih membawa payung hitam dan simbol hitung mundur sebagai tanda matinya keadilan bagi pekerja dan berlarutnya proses hukum kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja.
Dalam aksi tersebut, SP JICT bersama pekerja peabuhan nasional meminta Presiden harus segera menindaklanjuti kasus-kasus korupsi pelabuhan nasional yang menurut BPK merugikan negara Rp 14,86 triliun.
"Jika dibiarkan berlarut maka akhirnya rakyat Indonesia terancam menanggung beban akibat korupsi sistemik di pelabuhan," kata Sekretaris Jenderal SP JICT, M. Firmansyah di Jakarta, Senib (14/1/2019).
Baca: Kepala Timsus Respon Polres Pelabuhan Makassar Iptu Asfada Tembak Anggotanya Pakai Pistol Elektrik
Dalam kasus JICT, kata dia kontrak Hutchison segera is 27 Maret 2019 mendatang.
Audit investigatif BPK menemukan pelanggaran Undang-Undang dalam kasus JICT-Koja seperti tidak ada izin konsesi pemerintah, tanpa tender, tanpa RJPP-RKAP dan tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Sehingga akibat ulah pemburu rente, indikasi kerugian negara mencapai minimal hampir Rp 6 triliun," katanya.
Padahal jika dikelola mandiri baik SDM, peralatan dan teknologi sangat mumpuni. Pasar pun tidak bergantung Hutchison
Saat ini Hutchison masih menjalankan perpanjangan kontrak JICT-Koja tanpa alas hukum.
Selain kerugian negara kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja, ada masalah ketenagakerjaan serius. *PHK non prosedural pekerja JICT, PHK massal 400 pekerja outsourcing (SPC) JICT, kriminalisasi puluhan aktivis serikat, dan 3 kali penembakan mobil anggota serikat.
Sebanyak 42 pelaut juga turut dipecat di anak usaha Pelindo II, Jasa Armada Indonesia (JAI) karena berserikat.
"Baik 400 pekerja outsourcing JICT (SPC) dan 42 pelaut PT JAI harus segera dipekerjakan kembali dan layak diangkat sebagai pekerja tetap sesuai hasil investigasi alur produksi oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara," katanya.
Pekerja JICT tegaskan tidak anti investasi asing.
"Tapi investasi Hutchison di JICT-Koja terbukti melanggar hukum dan merugikan negara. Dalam jangka panjang akan membahayakan ekonomi dan kedaulatan negara," kata Adi.