Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuasa Hukum: Tindakan Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Tidak Masuk Ranah Pidana Korupsi

"Dugaan perbuatan melawan hukum tersebut bukanlah dapat digolongkan sebagai perbuatan/tindak pidana, terlebih korupsi"

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kuasa Hukum: Tindakan Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Tidak Masuk Ranah Pidana Korupsi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen G Agustiawan (tengah) saat mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/1/2019). 

Laporan Reporter Kontan, Sinar Putri S Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan bersikukuh perkara yang menjerat kliennya itu tidak masuk ranah tindak pidana korupsi, melainkan perdata biasa.

Berdasarkan nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan dalam persidangan, Kamis (7/2) tim kuasa hukum Karen menilai dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu patut dibatalkan.

Alasannya, pertama penuntut umum tidak dapat memahami perbuatan Karen merupakan bagian dari aksi korporasi dalam domain hukum perdata. Pasalnya, Karen saat melakukan tindakan itu mengatasnama serta untuk kepentingan perusahaan, PT Pertamina bukan kepentingan pribadi.

Sehingga perbuatan Karen dan direksi lainnya merupakan keinginan Pertamina untuk meningkatkan cadangan dan produksi minyak mentah yang sejalan dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2009 untuk menjamin kelancaran pasokan bahan bakar minyak (BBM) nasional.

Baca: Pengusaha Keluhkan Tarif Tol Trans Jawa, Jasa Marga: Kalau kemahalan Lewat Luar

Artinya perbuatan terdakwa ini adalah bisnis murni. Apalagi, Pasal 92 dan Pasal 97 UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa direksi tidak dapat dimintakan tanggungjawabnya hanya karena alasan salah dalam memutuskan (mere error of judgement) atau hanya karena alasan kerugian perseroan.

Sehingga, jika ada kesalahan dalam perbuatan administrasi maka tidak terdapat sanksi pidana sekalipun diduga telah merugikan keuangan.

Berita Rekomendasi

"Maka dugaan perbuatan melawan hukum tersebut bukanlah dapat digolongkan sebagai perbuatan/tindak pidana, terlebih korupsi, karena terlebih dahulu harus menundukkan diri ke dalam
ketentuan yang lebih khusus, yaitu undang-undang perseroan terbatas," tutur Soesilo Ariwibowo, kuasa hukum Karen.

Begitu juga kerugian negara yang ditimbulkan dalam surat dakwaan sebesar Rp 568,06 miliar, dinilai tidak berdasar. Pasalnya, perhitungan tersebut hanya berasal dari kantor akuntan publik. Padahal UU No 15/2004 menyebutkan, yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negera adalah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara juga harus menggunakan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara menjadi tanggung jawab BPK.

"Pihak lain dapat melakukan pemeriksaan tetapi bertindak untuk dan atas nama BPK," tambah Soesilo. 

Maka itu ia meminta kepada majelis hakim untuk menolak seluruh dakwaan dari JPU. Atas eksepsi itu, JPU pun meminta waktu satu pekan untuk menanggapi.

Dalam sidang yang sama, pihak Karen meminta untuk izin untuk rawat inap terkait kasus penyakit otak kirinya. Tapi, majelis hakim masih belum bisa mengabulkan dan meminta keterangan dokter terkait esok.

Sekadar tahu saja, dalam draft dakwaan, Karen telah merugikan yang negara hingga Rp 586,06 miliar dengan melakukan tindak pidana korupsi karena mengabaikan prosedur investasi di tubuh Pertamina.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas