Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD: Berbeda Itu Fitrah, Bersatu Itu Kebutuhan

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD optimistis target Indonesia Emas bakal tercapai.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Mahfud MD: Berbeda Itu Fitrah, Bersatu Itu Kebutuhan
HandOut/Istimewa
Diskusi Kebangsaan Indonesia Emas 2045 digelar di Universitas Paramadina. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sudah mencanangkan Indonesia Emas pada 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan.

Apa bisa Indonesia Emas tercapai di tahun 2045?

Terkait itu, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD optimistis target Indonesia Emas bakal tercapai.

Satu di antara faktor pendukungnya adalah kekuatan sumber daya manusia Indonesia yang terus meningkat. 

Mahfud MD mengingatkan ada syarat wajib untuk mencapai kemajuan tersebut yakni bersatu dan kolaborasi.

Agenda besar untuk bersatu dan menghimpun segenap kekuatan itu adalah mengusung persatuan di tengah perbedaan Indonesia. 

"Berbeda itu fitrah, kita memang berbeda-beda. Namun bersatu itu kebutuhan," kata anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tersebut, dalam Diskusi Kebangsaan Indonesia Emas 2045 di Kampus Paramadina, Jakarta, Rabu (13/2/2019). 

Berita Rekomendasi

Karena itu, kata dia, pemahaman akan pluralisme harus terus diserukan. Mengutip tokoh bangsa Abdurahman Wahid, Mahfud menjelaskan cara sederhana memahami soal pluralisme. 

"Pluralisme itu seperti engkau hidup di rumah dengan kamar yang berbeda-beda," katanya. 

Jika masih di dalam kamar masing-masing, jelas Makhfud, semua bebas mengenakan identitas masing-masing, menyetel televisi masing-masing. Namun ketika sudah di ruang bersama, maka semua menggunakan aset bersama. 

Contoh rumah bersama itu terlihat di Rumah Betang di Kalimantan. Makhfud menceritakan, dalam kunjungannya ke rumah itu, dia menyaksikan beberapa keluarga dari suku dayak yang berbeda-beda tinggal di kamar yang berbeda-beda. Namun mereka mengusung satu identitas Dayak. 

Ilustrasi tersebut sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia yang beragam suku, agama, dan budayanya. Masing-masing menggenggam identitasnya, namun ketika bicara dalam konteks ke-Indonesiaan, maka semua menjunjung identitas Indonesia. 

Rektor Universitas Paramadina, Firmansyah mengemukakan penjelasan senada. Menurut dia, dewasa ini ada potensi perpecahan yang tidak produktif.

"Seperti over politized society, semuanya ngomong politik dan melupakan kolaborasi," kata dua dalam sambutannya. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas