PPHI Apresiasi Langkah Jokowi Batalkan Remisi Pembunuh Wartawan
Langkah Jokowi membatalkan remisi pembunuh wartawan menunjukkan kepekaan presiden dan aspiratif.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Tengku Murphi Nusmir SH MH mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo membatalkan pemberian remisi bagi I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
"Kita apresiasi langkah Presiden. Itu pertanda Presiden peka dan aspiratif terhadap rasa keadilan publik,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Remisi, kata Murphi, adalah hak terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi,"Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)".
“Namun, demi mempertimbangkan common sense (perasaan umum), yang terindikasi dari serangkaian aksi demonstrasi, hak itu akhirnya batal diberikan,” jelasnya.
Permohonan remisi buat Susrama, lanjut Murphi, juga sudah diajukan secara berjenjang, mulai dari usulan lembaga pemasyarakatan karena selama di dalam penjara yang bersangkutan berkelakuan baik, dilanjutkan ke tingkat Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, diteruskan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, hingga akhirnya ke meja Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Setelah dilakukan telaah panjang, Yasonna kemudian menyetujuinya dan akhirnya menyerahkannya ke Presiden Jokowi, sehingga terbitlah Keputusan Presiden (Keppres) No 29 Tahun 2018 tentang Remisi atas Susrama.
“Sekali lagi, demi rasa keadilan publik maka remisi itu dibatalkan dan Keppres No 29/2018 pun direvisi. Ini sesuai dengan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” paparnya.
Remisi bagi Susrama, tegas Murphi, juga tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan, yang melarang remisi bagi koruptor, karena dia bukan terpidana korupsi, serta UU No 12 Tahun 1995 khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf i.
“Tapi ya itu tadi, hak tidak wajib diberikan dengan mempertimbangkan common sense,” sebutnya.
Terkait asumsi bahwa pemberian remisi bagi Susrama yang kemudian memancing polemik sehingga dibatalkan akan menggerus elektabilitas Jokowi selaku calon presiden petahana dalam Pemilihan Presiden 2019, Murphi mengaku tak mau memasuki wilayah politik.
Tapi bila terpaksa harus berkomentar, ia justru berpendapat sebaliknya. Pembatalan remisi itu justru memantik simpati publik, apalagi Jokowi mengumumkan pembatalan itu saat peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Surabaya, Sabtu (9/2/2019).
“Ini menjadi semacam kado bagi pers,” tandasnya.
I Nyoman Susrama dihukum seumur hidup setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar sebagai otak pembunuh Prabangsa. Hakim meyakini motivasi pembunuhan itu adalah pemberitaan di harian Radar Bali yang ditulis Prabangsa pada 3, 8, dan 9 Desember 2008.
Berita tersebut menyoroti dugaan korupsi proyek-proyek di Dinas Pendidikan Bangli.
Susrama telah menjalani hukuman hampir 10 tahun. Namun, pemerintah memberikan remisi perubahan hukuman menjadi 20 tahun penjara.
Rencana pemberian remisi ini menuai gelombang protes yang keras dari masyarakat, khususnya pers. Akhirnya Presiden Jokowi mengumumkan pencabutan remisi tersebut. Alasan pencabutan karena mempertimbangkan rasa keadilan di masyarakat.