Mereka yang Meninggalkan Prabowo Subianto dan Beralih ke Joko Widodo
Namun seiring waktu, tak hanya mendapat dukungan, kedua pasangan tersebut juga kehilangan dari para pendukungnya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 akan digelar pada 17 April 2019 mendatang.
Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno pun berlomba-lomba mencari dukungan.
Namun seiring waktu, tak hanya mendapat dukungan, kedua pasangan tersebut juga kehilangan dari para pendukungnya.
Seperti Prabowo Subianto mulai ditinggal pendukungnya. Dari mulai petinggi partai politik, mantan kepala daerah hingga gubernur.
Baca: Mbak Tutut Kunjungi Pesantren Al-Mubarak Serang
Dukungan mereka didasarkan pada berbagai alasan. Sebagian dari mereka pernah memiliki kedekatan dengan Prabowo maupun menjadi bagian dari tim pemenangan pada Pilpres 2014.
Siapa saja mereka? Berikut tribun-timur.com rangkum seperti dikutip dari Kompas.com:
1. Yusril Ihza Mahendra
Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra kini beralih mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Saat ini Yusril menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf. Sedangkan pada Pemilu 2014, Yusril menjadi saksi ahli dari pihak Prabowo-Hatta dalam sidang sengketa hasil pemilu.
Meski bersedia menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf, Yusril menegaskan bahwa ia tidak bergabung dalam tim kampanye nasional.
Sebagai pengacara dari luar tim, Yusril akan membantu jika Jokowi-Ma'ruf dan timnya berhadapan dengan proses hukum selama masa Pilpres 2019.
Tak lama kemudian Partai Bulan Bintang (PBB) resmi menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Yusril mengatakan, keputusan itu diambil karena dianggap paling realistis untuk partainya.
"PBB sebenarnya tidak bisa mencalonkan orang dalam pilpres. Jadi kami memilih apa yang paling baik bagi umat Islam dan bagi PBB sendiri," ujar Yusril saat ditemui seusai Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PBB di Ancol, Jakarta, Minggu (27/1/2019) malam
Yusril mengatakan, PBB ingin lolos ambang batas parlemen 4 persen dan mendapatkan kembali kursi di DPR RI.
Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dengan sesama partai maupun dengan capres.
Menurut Yusril, yang paling mungkin dan paling bisa bernegosiasi hanya dengan paslon nomor urut 1 Jokowi-Ma'ruf Amin.
Diakuinya, PBB telah lebih dulu berkomunikasi dengan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Namun, menurut Yusril, tidak ada titik temu dalam negosiasi.
2. La Nyalla Mattalitti
Mantan Kader Partai Gerindra La Nyalla Mattalitti juga mengalihkan dukungan ke Jokowi.
Padahal, La Nyalla diketahui mendukung Prabowo Subianto sejak digandeng Megawati menjadi Calon Wakil Presiden di Pemilu 2009.
Dukungan berlanjut hingga Prabowo mencalonkan diri menjadi capres pada Pemilu 2014.
Pada 2014, ia menginisiasi Rumah Merah Putih sebagai basecamp pendukung Prabowo. Rumah itu sebenarnya merupakan tempat bagi komunitas La Nyalla yang terletak di Jalan Jaksa Agung Suprato, Surabaya, Jawa Timur.
Rumah Merah Putih merujuk pada nama koalisi yang coba dibangun Prabowo-Hatta ketika itu, Koalisi Merah Putih (KMP).
Namun, La Nyalla mengalihkan dukungan ke Jokowi karena ia merasa kepentingan politiknya tidak pernah difasilitasi oleh Prabowo.
Menurut dia, saat Pilkada Jatim 2018, Prabowo tidak juga memberikan rekomendasi untuk dirinya sebagai cagub Jawa Timur.
"Saya capek jadi oposisi, sekarang dukung yang pasti-pasti saja, yang programnya sudah nyata dan jelas," ujar dia.
Dulu sering mengeritik kebijakan Presiden Joko Widodo, tiba-tiba politisi kelahiran Sulawesi Selatan, Ali Mochtar Ngabalin, masuk Istana.
Ali Mochtar Ngabalin masuk lingkaran dekat Istana setelah direkrut oleh Moeldoko.
Ngabalin saat ini berkiprah di Partai Golkar.
Kepala Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin tercatat pernah menjadi tim sukses Prabowo-Hatta.
Saat itu ia menempati posisi strategis, yakni juru debat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.
Di hadapan awak media, Ali Mochtar Ngabalin mengaku jika ia pemerintah tidak pernah melakukan kebohongan, dan tidak zalim.
Akan tetapi ia bertanya, kenapa pemerintah terus difitnah?
Ali Mochtar Ngabalin pun menganggap jika pemerintah mewakili tuhan di muka bumi dalam menjalankan tugas-tugasnya.
"Saya harus menyampaikan bahwa tidak ada kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah ini.
Tidak ada kebohongan, tidak ada kemunafikan, tidak ada tipu menipu, tapi kenapa difitnah?
Diceritain kebatilannya?
Sebagai orang yang dituakan di komunitas saya, saya bertanggung jawab, kalau gak kita dihukum oleh Allah SWT.
Saya harus kasih tahu kepada masyarakat, umat Islam, paling tidak komunitas saya, ya saya kan ketua umum pengurus pusat Badan Koordinasi Mubaligh seluruh Indonesia.
Saya bekas ketua umum Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid tujuh tahun.
Saya berkewajiban kasih tahu, bahwa pemerintah ini baik.
Pemerintah ini menjalankan satu tugas yang mulia mewakili Tuhan di muka bumi, itu bahasa normal, itu bahasa hukum," kata Ngabalin.
4. Muchdi Purwoprandjono (Muchdi Pr)
Sikap politik Wakil Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwoprandjono ( Muchdi Pr) menambah panjang deretan tokoh-tokoh pendukung Prabowo Subianto yang mengalihkan dukungan ke Jokowi.
Muchdi Purwoprandjono (Muchdi Pr) memilih sikap politik yang berbeda dengan para petinggi Partai Berkarya lainnya.
Sebagai Wakil Ketua Umum, Muchdi justru menyatakan dukungan ke pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Meski, Partai Berkarya telah bergabung dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Melalui video yang beredar, Muchdi diketahui hadir dalam acara silaturahim Presiden Joko Widodo dengan purnawirawan TNI-Polri di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).
Pada kesempatan yang sama sebanyak 1.000 perwakilan purnawirawan TNI-Polri juga mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Sejumlah alasan mengenai alasan mendukung Jokowi diungkapkan mantan Deputi V BIN ini.
"Pertama, karena saya melihat Pak Jokowi ini sudah berbuat banyak selama lima tahun ini. Pembangunan yang dirasakan masyarakat Indonesia itu sudah jelas, mulai jalan tol, masalah pelabuhan, masalah airport, masalah industri, dan lain-lain," kata Muchdi dalam sebuah video yang beredar.
Menurut dia, hal itu tidak dilakukan oleh presiden siapa pun selama 15 tahun reformasi. Lebih lanjut, dalam video wawancara itu Muchdi menyatakan Prabowo tidak akan bisa melakukannya lima tahun ke depan.
Sebab, Muchdi yang juga pernah menjabat Danjen Kopassus TNI AD mengaku sudah lama mengenal Prabowo sebagai kawan.
"Pak Prabowo itu kan kawan saya. Jadi, saya kira itu tidak bisa dilakukan Pak Prabowo lima tahun ke depan," ucap Muchdi.
Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara itu tercatat ikut mendirikan Gerindra bersama Prabowo Subianto dan Fadli Zon.
Setelah lama di Partai Gerindra, Muchdi memutuskan bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 18 Februari 2011 di Solo, Jawa Tengah.
Menjelang Pemilu 2019, Muchdi memutuskan untuk bergabung dengan Partai Berkarya yang didirikan putra presiden ke-2 Soeharto, Hutomo Mandala Putra.
Muchdi bergabung dengan Partai Berkarya bersama Pollycarpus Budihari Priyanto, yang pernah menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Munir.(*)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Mereka yang Kini Meninggalkan Prabowo Subianto dan Beralih ke Joko Widodo.