Setara Institut Sebut Kasus Intoleransi Cukup Tinggi dalam 11 Tahun Terakhir
Direktur Riset Setara Institut, Halili menyebut kasus intoleransi di Indonesia cukup tinggi selama 11 tahun terakhir.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Riset Setara Institut, Halili menyebut kasus intoleransi di Indonesia cukup tinggi selama 11 tahun terakhir.
Hal tersebut diungkapkannya saat jumpa pers di sebuah kantor, Jalan H.O.S Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019).
Berdasarkan data hasil penelitiannya, Ada 2.975 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dalam 2.240 peristiwa.
Baca: Kapan Proyek Pembangkit Listrik 35.000 MW Rampung? Ini Kata Menteri ESDM
Menurutnya dalam satu peristiwa intoleransi terkadang ada lebih dari sekali tindakan intoleransi.
"Ada 2.975 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dalam 2.240 peristiwa. Kalau kita melihat secara umum menjelang Pemilu, trennya selalu menurun," kata Halili
Menurutnya, angkat tersebut cukup ironis bagi negara Pancasila yang berketuhanan Yang Maha Esa (YME).
Baca: Mahasiswa Ini Bantu Pacarnya Melahirkan Lalu Kubur Bayinya di Samping Asrama di Kupang
"Dalam 11 tahun terakhir ada 378 gangguan terhadap rumah ibadah angka terbesarnya dialami gereja, ada 195, kemudian masjid, sebagian besar masjid Ahmadiyah, tapi tidak semuanya Ahmadiyah," ujar Halili.
Menurut Halili, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, di antaranya, penegakan hukum kurang maksimal terhadap tindakan-tindakan intoleransi.
Kemudian, minimnya literasi masyarakat mengenai ajaran-ajaran agama juga menjadi penyebab tingginya intoleransi.
"Jadi kalau kasus-kasus itu dibiarkan, maka akan menimbulkan kejahatan-kejahatan lainnya. Di level basis, saya kira masalah kita satu, masalah literasi," ucapnya.
Baca: Penjelasan Menteri Kesehatan Soal Obat Kanker Usus Tidak Lagi Ditanggung BPJS
Selain itu, ruang-ruang perjumpaan lintas identitas berkurang, khususnya di daerah yang mengalami pergeseran dari daerah sub-urban menjadi urban.
"Perumahan syar'i ada di mana-mana, itu membuat basis sosial kita semakin rapuh. Karena apa? Di tempat ibadah mereka bertemu dengan yang se-agama, di sekolah, terutama sekolah-sekolah swasta mereka bertemu yang se-agama, di permukiman mereka bertemu yang se-agama. Kalau mereka kemudian bersentuhan sama yang berbeda agama saya pastikan darahnya akan menjadi dingin," kata Halili.