3 Bulan Sebelum OTT, Irwandi Yusuf Sempat Komunikasi dengan KPK
Irwandi Yusuf, sempat berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga bulan sebelum ditangkap pihak komisi anti rasuah tersebut.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif, Irwandi Yusuf, sempat berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga bulan sebelum ditangkap pihak komisi anti rasuah tersebut.
Penasihat khusus gubernur Aceh bidang politik dan keamanan, Mohammad MTA, mengungkap itu pada saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).
Dia menjelaskan, Irwandi mengirimkan surat kepada KPK untuk asistensi Pemprov Aceh. Menurut dia, surat itu dikirimkan pada 3 April 2018.
Baca: Tanggapan TKN Soal Pernyataan Arief Poyuono yang Sebut Andi Arief Korban Kegagalan Jokowi
"Pada 3 April 2018, Gubernur kirim surat kepada KPK untuk asistensi Pemprov Aceh," ungkap MTA di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).
Menurut dia, tujuan dikirimkan surat itu supaya KPK hadir dalam persiapan pelantikan kepala dinas yang baru dipilih. Tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu ingin KPK menyaksikan penandatanganan pakta integritas para pejabat Pemprov yang telah melalui seleksi rekam jejak.
Dia menegaskan, kehadiran KPK diharapkan membuat seluruh satuan kerja perangkat daerah menghindari potensi korupsi selama menjabat. Selain itu, kata dia, agar KPK hadir dalam penyusunan strategi pencegahan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa.
"Supaya proses tender tidak ada permainan," kata MTA.
Pada 16 April 2018 dilakukan pelantikan tahap pertama. Namun, KPK tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi.
Kemudian, pada 4 Mei 2018, dilakukan pelantikan 51 pejabat eselon II oleh Irwandi Yusuf. Namun, KPK kembali tidak hadir pada pelantikan itu.
Berselang, dua bulan berikutnya, yakni pada 3 Juli 2018, Irwandi Yusuf ditangkap dalam rangkaian operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. Adanya upaya penegakan hukum itu membuat dia kaget.
"Ketika Pak Gubernur ditangkap, saya merasa shock, aneh, karena saya secara khusus tidak pernah bicara proyek. Tapi kami bicara bagaimana mencegah potensi korupsi," ujar MTA.
Sementara itu, Irwandi Yusuf menegaskan mempunyai keinginan menegakkan hukum terutama terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Upaya itu dilakukan dengan cara membuat lembaga Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAPA). Lembaga di luar dari pemerintah Provinsi Aceh itu dibuat pada 2008.
Namun, dibentuknya TAPA itu membuat sejumlah pihak merasa terancam keberadannya. Hingga, akhirnya membuat dia terjerat kasus hukum. Dia menuding ada seorang pengusaha yang tak berhasil menggarap proyek di Pemprov Aceh.
"Ironis ada pihak yang merasa tidak saya bantu proyek di Sabang Rp 220 Miliar harga proyek, ada pengusaha yang ikut, lokal, tetapi dia didukung tokoh di Jakarta oleh petinggi-petinggi kita dan kalah. Sakit hati ke saya, ditambah politis," tambahnya.