Kasus Suap Kontrak Batubara, KPK Periksa Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk Nenie Afwani
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk Nenie Afwani dalam penyidikan kasus dugaan suap terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Kasus PKP2B merupakan hasil pengembangan dari kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 yang telah menjerat sejumlah terdakwa.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SMT (Samin Tan)," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Rabu (6/3/2019).
Samin Tan merupakan pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. sekaligus tersangka dalam kasus ini.
Baca: Sering Salam 2 Jari, Adakah Dukungan Kubu Prabowo untuk Ratna Sarumpaet? Ini Kata Atiqah Hasiholan
Dia diduga memberikan sejumlah uang senilai Rp 5 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih secara dua tahap.
Pemberian uang tersebut diduga untuk menyelesaikan pengurusan terminasi kontrak PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT Askin Koalindo Tuhup (anak perusahaan PT Borneo Lumbung Energi & Metal) dengan Kementerian ESDM.
Pada pekan lalu, KPK juga telah memeriksa dua saksi yakni pegawai PT AKT Vera Likin dan seorang unsur swasta Fitrawan Tjandra.
Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami aliran dana antara Samin Tan kepada Eni Saragih.
Adapun Nenie Afwani, sebelumnya pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan PLTU Riau-1 pada Januari 2019.
Dalam persidangan kala itu, dia membantah pernah menyerahkan sejumlah uang melalui staf Eni Maulani Saragih bernama Tahta Maharaya untuk kepentingan pengurusan PKP2B.
Nenie mengaku hanya menyerahkan dokumen perusahaan terkait PKP2B.
"Mohon maaf, saya tidak pernah memberikan uang," kata Nenie kepada Jaksa Penuntut Umum pada KPK saat itu.
Namun, dalam persidangan sebelumnya, Tahta mengaku pernah menerima tas berisi uang sekitar Rp 1 miliar dari staf Nenie. Namun, dia kembali membantahnya.
Nenie mengaku memang pernah dua kali bertemu dengan Tahta dan hanya menyerahkan dokumen terkait permasalahan antara perusahaannya dengan Kementerian ESDM.
Sementara itu, untuk kepentingan penyidikan kasus ini, KPK telah mencekal Vera Likin dan Fitrawan Tjandra ke luar negeri sejak 4 Februari lalu.
"KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri terhadap keduanya selama 6 bulan ke depan," kata Febri beberapa waktu lalu.
Adapun Samin Tan sudah lebih dulu dicekal KPK selama 6 bulan sejak 14 September 2018 sampai 14 Maret 2019.