KPU dan FUI Berdebat soal Polemik DPT Gangguan Jiwa dalam Pemilu 2019
Perdebatan cukup alot terjadi saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali melanjutkan pertemuan dengan Forum Umat Islam (FUI).
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdebatan cukup alot terjadi saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali melanjutkan pertemuan dengan Forum Umat Islam (FUI) terkait dengan adanya isu DPT kategori tunagrahita (orang dengan gangguan jiwa) dalam Pemilu 2019.
Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari FUI, di antaranya yakni Ustaz Al-Khaththath dan Eggy Sudjana, sementara dari perwakilan KPU yakni Ketua KPU RI arief Budiman, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dan Ilham Saputra.
Awalnya, pihak FUI mengatakan bahwa info yang beredar ada sebanyak 14 juta DPT gila atau yang memiliki gangguan jiwa, dan dikhawatirkan akan ikut memilih dalam Pemilu 2019.
Baca: 3 Fakta Jelang Laga Persebaya Kontra Persib Bandung, Djanur Waspada hingga Kapten Baru
Pramono pun mengatakan bahwa KPU tidak mendata orang gila, tetapi ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), dan data 14 juta tersebut merupakan data dari Kementerian Kesehatan terhadap seluruh penduduk Indonesia.
"Itu stadium berat sampai sedang. Orang gila yang menggelandang di jalan dan asosial itu tidak akan kami data. Kami mendata yang ada di panti-panti, di rumah sakit jiwa," kata Pramono kepada pihak FUI, di Kantor KPU RI, Rabu (6/3/2019).
Setelah itu, Ketua KPU Arief Budiman pun memaparkan bahwa DPT gangguan jiwa atau tunagrahita masuk ke kategori disabilitas.
"Total disabilitas ada 363.200, sementara tunadaksa 100.765, tunanetra sebanyak 61.899, kemudian tunarungu 68.246, lalu tunagrahita dan mental 54.295, atau kalau dipresentase itu 0,0029 persen dari total DPT kita," kata Arief.
Al Khaththath kemudian mempertanyakan mengapa DPT orang gila disebut juga dengan DPT idiot. Dirinya pun meminta bahwa istilah tunagrahita jangan disamakan dengan idiot.
"Saya pikir ini perlu digugurkan, karena bertentangan dengan hadist nabi. Saya khawatir ketika inj menjadi peluang bagi celah orang menyerang kapabilitas KPU, apalagi ini isunya sampai 14 juta," kata Al Khathathath.
Al Khaththath kemudian mengkritik alasan mengapa saat ini KPU membolehkan orang gangguan jiwa memilih, sehingga menimbulkan banyak multitafsir di masyarakat.
Arief pun kemudian menjelaskan bahwa hal tersebut sudah ada sejak Pemilu 2009 dan 2014, sesuai dengan keputusan pemerintah yakni putusan Mahkamah Konstitusi.
Seperti diketahui, pada Jumat (3/1/2019), Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI), Ustaz Al Khaththath menaruh curiga soal sebutan tunagrahita atau keterbalakangan mental mempunyai hal memilih.
Menggunakan logika yang dipakai Eggi Sudjana, Al Khaththath menyebut jika ada orang berkebelakangan mental memiliki hak pilih, maka yang dipilih juga berpotensi serupa.
"Jika orang gila bisa milih, berarti orang gila juga bisa dipilih. Nanti bakal muncul caleg gila, capres gila, cawapres gila, bahaya itu," kata Al Khaththath di hadapan massa FUI, Jumat (1/3/2019)
Al Khaththath juga mempersoalkan DPT yamg disebut komisoner KPU yakni DPT Idiot.
Menurutnya, sama seperti orang keterbelakangan mental, istilah idiot jika memilik hak pilih bakal berpotensi sama dampaknya.
"Kemudian nah kalau idiot boleh nanti bagaimana, apakah nanti ada caleg idiot, capres idiot, cawapres idiot," tambahnya.