Kasus Dugaan Suap Jabatan di Kemenag Pernah Terjadi di Era Demokrasi Parlementer
Dalam kasus dugaan tersebut telah memenuhi tiga unsur, di antaranya: penyalahgunaan wewenang, suap, dan kerugian negara
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pola korupsi yang dilakukan mantan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy telah terjadi pada masa era Demokrasi Parlementer, terutama era Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.
Hal tersebut dinyatakan pengamat kebijakan publik, Wishnu Juwono dalam sebuah acara peluncuran buku karyanya berjudul "Melawan Korupsi, Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia" di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2019).
Baca: Geledah Kantor PPP, KPK Sita Dokumen Posisi Romahurmuziy sebagai Ketua Partai
Dalam kasus dugaan tersebut telah memenuhi tiga unsur, di antaranya: penyalahgunaan wewenang, suap, dan kerugian negara.
"Ketua PPP ya ditangkap dalam konteks sejarah korupsi, saya akan berikan gambaran, sebenarnya kasus itu polanya sama ngga sih sama zaman dulu? Jadi sebenarnya kasus ini analisa awal saya sebagai pengamat kebijakan publik. Dari prakteknya, sebenarnya praktek yang sangat tradisional. Ada unsur penyalahgunaan wewenang, kemudian ada suap (yang) dilakukan pejabat negara dan pastinya ada unsur kerugian negara," kata Wishnu Juwono.
Sama seperti kasus yang menimpa Menteri Kehakiman, Djody Gondokusumo pada masa Perdana Menteri, Ali Sastroamidjojo.
Pada waktu itu, ada skema kemudahan kredit untuk para pengusaha melayu yang ternyata dijual kepada para pengusaha kaya keturunan Tionghoa.
Saat itu Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo ditangkap penegak hukum, karena menerima suap dari seorang pengusaha dalam pengurusan visa.
"Kalau kita lihat contoh kasus di era Demokrasi Parlementer, misalnya di era Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo ada skema kredit murah pengusaha Alibaba, di mana pada akhirnya ijin bisnis yang dimudahkan, terutama kepada pengusaha melayu pada waktu itu, ternyata dijual kembali kepada pengusaha-pengusaha yang sudah kaya yang kebanyakan keturunan Tionghoa. Di sana Menteri Kehakiman, Djody Gondokusumo diduga menerima suap dalam pengurusan visa," tambah Wishnu Juwono.
Baca: Pengamat: Kasus Romahurmuziy Bisa Menggerus Suara PPP dalam Pemilu 2019
Sebagaimana diketahui, Romahurmuziy (Romy) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena disangka menerima uang sebesar Rp 300 juta dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Romy diduga menerima suap dari dua pejabat Kementerian Agama, yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.