PSI Serukan Berantas Pemerasan di Rumah Ibadah
Azmi mengungkap setelah mengunjungi sejumlah rumah ibadah tersebut bersama tim dari Museum Pustaka Peranakan Tionghoa yang ia dirikan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Partai Solidaritas Indonesia (PSI) serukan agar tidak ada lagi pemerasan di rumah ibadah.Juru Bicara PSI, Azmi Abu Bakar menyatakan, rumah ibadah Vihara dan Klenteng/Bio seringkali mengalami beragam modus pemerasan.
Azmi mengungkap setelah mengunjungi sejumlah rumah ibadah tersebut bersama tim dari Museum Pustaka Peranakan Tionghoa yang ia dirikan.
Azmi menilai, hal ini terjadi akibat residu diskriminasi secara sistematis dan terlembaga terhadap etnis Tionghoa sejak masa Orde Baru melalui Inpres No 14 Tahun 1967.
Baca: Bawaslu Tangsel: Warga Takut Laporkan Tokoh Agama yang Ceramah Politik di Rumah Ibadah
Selain membatasi budaya etnis Tionghoa, inpres tersebut juga membatasi kebebasan beragama yang berdampak pada eksistensi rumah ibadah mereka
“Meskipun Vihara dan Klenteng/Bio bukanlah rumah ibadah khusus bagi etnis Tionghoa, namun turut mendapat beragam modus pemerasan karena memang mereka (Etnis Tionghoa) sebagian besar menjadi jamaah rumah ibadah tersebut,” kata Azmi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/3/2019).
Azmi mengatakan, modus para pelaku pemerasan, baik atas nama masyarakat atau organisasi, adalah melalui berbagai proposal kegiatan, menjual buku dan kalender tahunan, bahkan ada yang secara terang-terangan memaksa minta bantuan keuangan dengan ancaman.
Para pelaku, lanjut Azmi, menganggap jamaah Etnis Tionghoa adalah ‘gudang uang’ dan pantas diperlakukan demikian.
Baca: Ini Alasan Penumpang Tak Boleh Bawa Cairan Lebih dari 100 ml di Kabin Pesawat
"Hal ini diperkuat oleh stigma terhadap Etnis Tionghoa yang terbentuk sejak lama,” jelas Azmi yang merupakan Caleg DPR RI dapil Banten III.
Untuk itu, Azmi menyatakan, jika terpilih sebagai Anggota DPR RI, ia akan memberantas berbagai modus pemerasan terhadap rumah ibadah yang sudah terjadi selama puluhan tahun ini.
"Kalau ini dibiarkan terus berlangsung, sama saja dengan memelihara praktik ketidakadilan dan diskriminasi di bumi Indonesia,” tuturnya.