KPU Diminta Belajar Dari Membludaknya Warga Memilih Di Luar Negeri
Ray Rangkuti menilai KPU sebaiknya segera berbenah. karena hal yang sama sangat mungkin terjadi di Indonesia, pada hari "H" pelaksanaan Pemilu 2019.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus banyak belajar dari kejadian pemungutan suara dalam mempersiapkan pelaksanaan Pemilu 2019 di tanah air, pada Rabu (17/4/2019).
Karena Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, kejadian di Kuala Lumpur, Hongkong, Sydney, Belanda, Singapura dan Arab Saudi serta kota lain di luar negeri terlihat jelas sangat tingginya antusiasme warga negara untuk memilih. Bahkan hampir di luar dugaan dan asumsi yang selama ini dipikirkan.
Hal itu terlihat dari terjadi antrian yang cukup panjang untuk dapat mempergunakan hak pilih. Sebagian kota tetap dapat dilaksanakan, tapi sebagian kota yang lain ditutup sesuai dengan jam yang ditentukan. Tapi akibatnya banyak warga yang tidak dapat mempergunakan hak pilihnya.
Menangkap sinyal itu, Ray Rangkuti menilai KPU sebaiknya segera berbenah. karena hal yang sama sangat mungkin terjadi di Indonesia, pada hari "H" pelaksanaan Pemilu 2019.
Khususnya, dia tegaskan, luapan partisipasi akan membludak tapi daya tampung satu TPS tidak memadai.
"Dalam satu bulan ini, saya sendiri selalu mengingatkan agar KPU menambah jumlah bilik suara lebih dari 4 bilik suara yang disiapkan. Agar antrian tidak memanjang dan lebih dari itu karena situasi yang tidak pasti membuat pemilih akhirnya membatalkan hak coblosnya," jelas Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Senin (15/4/2019).
Baca: Beredar Exit Poll Pemilu Luar Negeri, KPU Bilang Cuma Atur Untuk Dalam Negeri
Selain itu Ray Rangkuti juga memastikan netralitas penyelenggara pemilu. Kareanya pengawasan atas netralitas ini sebaiknya dilakukan sepanjang waktu.
Untuk itu dia menyarankan, KPU sebaiknya membuka saluran pengaduan agar dapat memastikan bahwa jajaran mereka melaksanakan coblos hitung dengan sikap professional dan imparsial.
"Mereka juga harus terus diberi info kekinian tentang aturan yang diberlakukan di TPS, khususnya. Professionalisme mereka juga harus benar-benar memadai guna membuat proses di TPS lancar, efesien dan ceria," paparnya.
Sebaiknya KPU juga segera memberi penjelasan yang otentik soal waktu mencoblos terhadap beberapa kriteria pemilih.
Termasuk imbuh dia, menjelaskan kembali kriteria pemilihnya.
"Sementara ini banyak kita baca di berbagai medsos tentang tata cara menggunakan hak pilih, identitas pemilih, jam memilih, dan sebagainya," ucapnya.
Tapi satu dengan yang lain tidak bisa pasti dijadikan sebagai acuan. Untuk hal ini, banyak cara yang bisa dilakukan oleh KPU.
Antara lain menurut dia, KPU menjelaskan sedetil mungkin melalui konferensi media, atau bahkan siaran langsung, membuat info petunjuk memilih via medsos, dan jika perlu ketentuan itu dimuat juga di setiap TPS.
Hal ini menurut dia penting agar tidak terjadi salah paham yang berujung pada ketidaknyamanan penyelenggaraan.
"Kita semua berharap pemilu ini sukses. Tapi harapan ini titik utamanya semua tergantung pada kinerja penyelenggara pemilu. Di pundak merekalah kwalitas pemilu ini dipahatkan. Masih ada waktu untuk berbenah!" ujarnya. (*)